Kementerian Perdagangan menyatakan salah satu faktor yang menghambat kinerja ekspor produk halal dari Indonesia ke negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) adalah tarif bea masuk yang tinggi.Tingginya bea masuk yang dikenakan terhadap produk halal Indonesia menyebabkan produk ekspor kurang bisa bersaing, akibatnya harga menjadi tinggi.
Staf Ahli Bidang Hubungan Internasional Kementerian Perdagangan Arlinda mengatakan tingginya bea masuk yang dikenakan terhadap produk halal Indonesia menyebabkan produk ekspor kurang bisa bersaing, akibatnya harga menjadi tinggi.
"Yang menjadi ganjalan ekspor produk halal kita ke negara OKI tentunya tarif terutama dari 57 negara. Kita lihat bahwa tingginya tarif ini menyebabkan kita sulit melakukan kompetisi dengan negara-negara lain," kata Arlinda saat membuka lokakarya di Jakarta, Senin.
Arlinda menjelaskan bahwa Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk ekspor produk halal, namun belum dimanfaatkan secara optimal.
Menurut dia, produk halal Indonesia seperti produk pangan, obat-obatan, kosmetik, dan pakaian Muslim adalah komoditas yang harus lebih ditingkatkan untuk memasuki pasar halal OKI.
Baca juga: Sertifikasi produk halal dinilai perlu dukungan SDM andal
Namun, karena tingginya bea masuk tersebut membuat produk ekspor Indonesia sulit bersaing karena harganya menjadi mahal. Contohnya saja, tarif impor yang diberlakukan Mesir terhadap produk-produk asal Indonesia mencapai 60 persen.
Oleh karena itu, Pemerintah terus melakukan upaya penurunan tarif melalui perjanjian dagang dengan beberapa Negara OKI.
Perjanjian perdagangan dengan beberapa Negara OKI yang saat ini tengah dalam tahap perundingan adalah Indonesia-Iran PTA, Indonesia-Turkey CEPA, Indonesia-Tunisia PTA, Indonesia-Pakistan TIGA, dan Indonesia Bangladesh PTA.
"Ada beberapa negara yang punya peluang besar, sebagian besar memang negara-negara muslim. Negara Teluk, misalnya Arab Saudi, Qatar, Oman, Bahrain, dan Kuwait," kata Arlinda.
Berdasarkan data yang diterbitkan Statistical, Economic and Social Research and Training Centre for Islamic Countries (SESRIC), produk domestik bruto (GDP) negara anggota OKI tercatat sebesar 15,8 triliun dolar AS pada 2013. Nilai ini naik menjadi 19,4 triliun dolar AS pada 2017, dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,1 persen. Hal ini menunjukkan bahwa perekonomian keseluruhan negara anggota OKI relatif meningkat, walaupun dihadapkan dengan melonjaknya beberapa harga komoditas dan kondisi ekonomi internasional yang kurang stabil.
Sementara itu, ekspor produk halal Indonesia ke negara anggota OKI tahun 2018 tercatat sebesar 45 miliar dolar AS atau 12,5 persen dari total perdagangan nasional yang mencapai 369 miliar dolar AS.
Baca juga: Sertifikasi produk halal dinilai perlu dukungan SDM andal
Baca juga: PBNU dorong perekonomian Islam dan bisnis halal
Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019