"Kalau bicara politik, yang dibicarakan adalah politik kebangsaan, yang lain tidak. Tidak bicara sama sekali soal kabinet karena kedua tokoh ini menyadari kalau urusan kabinet, bukan urusan parpol namun Presiden terpilih yang punya hak prerogatif untuk membicarakan," kata M. Ali di Jakarta, Senin.
Baca juga: Pertemuan Prabowo-Paloh hasilkan tiga kesepakatan
Baca juga: Soal masuk koalisi Jokowi, Gerindra utamakan kepentingan nasional
Baca juga: Gerindra sebut siap jadi oposisi atau koalisi pemerintah
Baca juga: Cak Imin: Saya tidak tahu Prabowo mau masuk koalisi
Dia menyadari masyarakat akan berpikir kalau ketua umum parpol bertemu pasti membicarakan politik, namun hal itu tidak selalu benar.
Menurut dia, Surya Paloh dan Prabowo Subianto memiliki sejarah pertemanan yang lama, sehingga pertemuan pada Minggu (13/10) malam yang berlangsung sekitar dua jam, jadi ajang nostalgia karena keduanya bercerita masa lalu dengan suasana gembira.
"Pertemuan semalam itu lebih banyak romantisme keduanya, bercerita dan tertawa lepas karena Surya Paloh dan Prabowo Subianto punya hubungan sangat dekat," ujarnya.
M. Ali mengatakan, Surya Paloh telah menegaskan bahwa siapapun yang dipandang Presiden layak masuk kabinet, posisi NasDem berada di belakang Presiden.
Dia mengatakan, NasDem tidak khawatir jatah menterinya berkurang kalau Gerindra bergabung dalam koalisi Jokowi-Ma'ruf.
"Jangankan jatah menteri dikurangi, tidak dapat pun tidak masalah. Kami bicara politik tanpa mahar, tanpa syarat lalu kalau tiba-tiba membuat syarat maka itu tidak konsisten," katanya.
Sebelumnya, Surya Paloh dan Prabowo Subianto bertemu di kediaman Surya pada Minggu (13/10), ada tiga kesepakatan politik dari pertemuan tersebut.
Pertama, kedua pemimpin partai politik sepakat untuk memperbaiki citra parpol dengan meletakkan kepentingan nasional di atas kepentingan lain, dab menjadikan persatuan nasional sebagai orientasi Perjuangan serta menjaga keutuhan bangsa.
Kedua, Surya dan Prabowo sepakat untuk melakukan segala hal yang dianggap perlu untuk mencegah dan melawan segala tindakan radikalisme berdasar paham apapun yang dapat merongrong ideologi Pancasila dan konsensus dasar kebangsaan.
Ketiga, keduanya sepakat bahwa amandemen UUD 1945 sebaiknya bersifat menyeluruh yang menyangkut kebutuhan tata kelola negara sehubungan dengan tantangan kekinian dan masa depan kehidupan bangsa yang lebih baik.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019