Situs nonton ilegal hambat perkembangan OTT

9 Januari 2020 20:18 WIB
Situs nonton ilegal hambat perkembangan OTT
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim (kedua kanan) berbincang bersama Managing Director Netflix Asia-Pacific Kuek Yu Chuang (kanan), Sutradara Film Timo Tjahjanto (kedua kiri) dan Produser dan Anggota Asosiasi Produser Film Indonesia Sheila Timothy, usai pengumuman tentang penyelenggaraan pelatihan penulisan naskah cerita film untuk diikutsertakan dalam workshop di Hollywood, di Jakarta, Kamis (9/1/2020). (ANTARA/AUDYALWI)
Fenomena pembajakan film yang beredar lewat situs menonton film ilegal merupakan salah satu faktor yang menghalangi perkembangan platform digital berupa layanan Over-The-Top (OTT), kata produser Sheila Timothy.

Sheila mengatakan Asosiasi Produser Film Indonesia (APROFI) berusaha melawan pembajakan sejak 2013 karena merugikan berbagai bisnis di industri perfilman, bukan cuma OTT tapi juga sineas yang terlibat.

"Malah film yang masih tayang di bioskop sudah tayang di sana, orang jadi enggak ke bioskop lagi atau nungguin saja bentar lagi tayang. Kita sangat against itu," ujar Lala, sapaan akrab Sheila, di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Kamis.

Lala mengatakan APROFI juga bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia juga Pusat Pengembangan Perfilman Kemdikbud untuk melawan pembajakan.

Baca juga: Situs nonton ilegal menjamur, Kominfo dorong platform legal

Baca juga: Kominfo akan tindak tegas situs streaming film ilegal


Dia menilai langkah pemberantasan pembajakan sudah mutakhir, mereka masih bisa melacak meski situs nonton film ilegal mengganti-ganti namanya.

Salah satu cara untuk memberantas pembajakan adalah dengan menanamkan sikap anti menonton film ilegal sejak dini lewat sekolah-sekolah dasar.

Anak-anak SD diberi penjelasan tentang budi pekerti dalam menghargai karya orang lain secara legal.

Imbauan untuk menikmati film secara legal juga disuarakan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate. Dia berharap platform streaming legal bisa menarik minat masyarakat, salah satunya dengan cara menetapkan harga kompetitif.

"Model bisnis yang relatif efisien sehingga pelanggan bisa menonton film lebih murah," kata Johnny, Rabu (8/1).

Baca juga: MAXStream akan fokus pada konten orisinal pada 2020

Baca juga: Nadiem: Sudah waktunya Pancasila jadi "cool" lagi

Baca juga: Timo Tjahjanto akan buat sekuel "The Night Comes For Us"?

Tambahan penghasilan

OTT menjadi sumber penghasilan tambahan untuk perusahaan produksi film, kata Sheila. Ketika film sudah tidak tayang di bioskop, keuntungan bisa terus mengalir karena konten tersebut bisa dinikmati lewat platform streaming legal yang bisa ditonton sewaktu-waktu.

Meski demikian, Sheila mengungkapkan pengembalian modal film masih bergantung besar dari bioskop.

"Bisa dikatakan mungkin 60-70 persen masih tergantung dari pengembalian modal bioskop," kata dia.

Namun OTT tampaknya punya masa depan cerah karena terus berkembang dalam lima tahun belakangan. Menurut Sheila, pada 2019 penghasilan yang didapat dari platform digital lebih besar dari penayangan free to air di televisi.

"Padahal kalau kita lihat tahun 2016, TV swasta atau TV tak berbayar itu menjadi penghasilan kedua setelah bioskop," kata dia.

Baca juga: Nadiem "nge-fans" Netflix, senang lihat konten Indonesia makin banyak

Baca juga: Kemendikbud - Netflix bermitra, penulis skenario dikirim ke Hollywood


Kakak dari aktris Marsha Timothy ini berpendapat OTT semakin berkembang karena distribusi semakin besar, pilihan platform semakin banyak, koneksi Internet semakin cepat dan pelanggan OTT bertambah.

Sementara itu, sutradara Timo Tjahjanto mengatakan OTT tak cuma membantu penjualan film, tetapi juga memberi ruang berkreasi yang lebih luas.

"Perfilman kita besar, tapi sebenarnya untuk melampu hijaukan film saja struggling, apalagi dengan konsep yang lumayan original," ujar Timo.

OTT membuka jalan ketika ingin menciptakan karya di luar zona nyaman, berbeda dari tipe-tipe film yang biasanya laku di Indonesia, imbuh dia.

Timo adalah pembuat film Netflix Original pertama dari Indonesia, "The Night Comes For Us". Kehadiran OTT, termasuk Netflix, terasa bermanfaat dalam memperluas jangkauan penonton filmnya di luar Indonesia. Layanan OTT adalah salah satu jembatan untuk memamerkan karya sineas lokal ke pasar luar Indonesia.

"Sebelum itu (OTT), satu-satunya sarana adalah festival film dan distribusi lewat production house lain. Netflix kasih sesuatu yang terasa instan dan present," katanya.

Baca juga: Netflix diblokir, Menkominfo serahkan pada perusahaan

Baca juga: Lima rekomendasi tayangan anak yang digemari orang dewasa

Baca juga: Netflix luncurkan paket ponsel untuk pengguna Indonesia

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2020