Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto menerjunkan tim khusus ke Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta untuk menangani penyebaran virus antraks di wilayah tersebut.Ya tergantung dia kena ya pada posisi apa. Apakah kulit saja atau sampai pernapasan atau apa kan harus diagnosis tidak dapat sembarangan
“Ini langsung tim saya ke sana. Tim saya ke sana. Memang di sana diperkirakan memang sporanya ada di sana. Jadi kita akan terus lakukan kebetulan ya dirjen saya juga ke sana. Jadi kita langsung mewaspadai semua, mengecek,” kata Terawan di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan sampai saat ini masih mengupayakan suplai antibiotik sebagai obat bagi yang positif terjangkit penyakit berbahaya tersebut.
Menurut dia, penularan penyakit terjadi melalui makanan, termasuk daging sapi yang mati mendadak.
“Karena semua kena karena makan daging sapi yang mati mendadak ya. Kalau nggak makan itu ya nggak ketularan, tapi karena makan ya,” katanya.
Baca juga: 27 warga Gunung Kidul dinyatakan positif antraks
Ia menambahkan obat dari penyakit tersebut adalah antibiotik karena berbentuk bakteri dengan pemulihan yang tergantung pada kondisi masing-masing.
“Ya tergantung dia kena ya pada posisi apa. Apakah kulit saja atau sampai pernapasan atau apa kan harus diagnosis tidak dapat sembarangan,” katanya.
Ia mengaku tidak hafal secara statistik jumlah yang telah positif terinfeksi antraks.
Namun, dalam waktu yang bersamaan, ia juga sedang mewaspadai flu wuhan yang saat ini sudah mulai masuk Jepang.
“Sekarang ini ‘warning’ terus saya giatkan karena penularannya paling cepat kalau model SARS kayak begitu, model pneumonia dari Wuhan itu modelnya itu yang mana kita belum tahu. Tapi paling tidak kita harus mewaspadai karena itu yang bisa berbahaya,” katanya.
Maka dari itu, kata dia, pencegahan harus dimulai dari seluruh pintu masuk di bandara-bandara di Tanah Air.
Baca juga: DIY melokalisasi daerah tercemar antraks di Gunung Kidul
Baca juga: Pemkab Gunung Kidul keluarkan larangan konsumsi daging hewan sakit
Pewarta: Hanni Sofia
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2020