“Kami meyakini para santri generasi muda akan mampu menjadi agen perubahan yang strategis dalam membangun bangsa dan perekonomian Indonesia di masa mendatang
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah mencetak wirausaha industri baru dari lingkungan pondok pesantren melalui Program Santripreneur yang telah membina 8.128 santri.
“Sejak 2013 kami telah melakukan pembinaan kepada 46 pondok pesantren yang tersebar di tujuh provinsi, yakni Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Yogyakarta, Lampung, Kalimantan Timur, dan Banten, dengan jumlah peserta yang dibina sebanyak 8.128 santri,” kata Direktur Jenderal Industri Kecil, Menegah, dan Aneka (IKMA) Kemenperin Gati Wibawaningsih lewat keterangannya di Jakarta, Selasa.
Gati menjelaskan Kemenperin fokus untuk terus menciptakan wirausaha industri baru, khususnya sektor IKM, guna merebut peluang bonus demografi yang akan dinikmati Indonesia hingga tahun 2030.
“Upaya ini sejalan juga dengan implementasi dari roadmap Making Indonesia 4.0,” tegasnya.
Gati menyebutkan sepanjang 2019 Program Santripreneur telah menjangkau 21 pondok pesantrean dan membina sebanyak 4.700 santri. Ke-21 pondok pesantren tersebut meliputi enam di wilayah Jawa Timur, tiga di Jawa Tengah, delapan di Jawa Barat, dan empat di Banten.
“Mereka telah kami bekali pengetahuan, motivasi kewirausahaan, serta pelatihan produksi industri. Kami juga memberikan bantuan mesin dan peralatan produksi sesuai bidang usaha yang ditekuni di pondok pesantren tersebut,” tuturnya.
Adapun mesin dan peralatan yang telah difasilitasi antara lain untuk pengolahan sampah serta produksi sepatu hingga batako.
“Selain itu untuk produksi konveksi, pangan, makanan dan minuman, kerajinan, pupuk organik cair, kosmetik, serta perbengkelan,” kata Gati.
Baca juga: Wirausaha santri dinilai sebagai arus baru ekonomi Indonesia
Ia mengatakan Program Santripreneur sudah berhasil diterapkan dengan baik oleh pondok pesantren, seperti pada Pondok Pesantren Sunan Drajat, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, yang memproduksi alas kaki.
“Di pondok pesantren itu sudah mampu menghasilkan unit industri alas kaki yang memproduksi lebih dari 4.000 pasang sandal jepit spon per bulan,” ungkapnya.
Selain itu ada Pondok Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya, yang alumninya mampu membuka usaha bengkel setelah mendapat pelatihan. Demikian pula dengan Pondok Pesantren Al Ittifaq, Bandung, yang dalam jangka waktu sebulan sejak pelatihan, koperasinya mampu meningkatkan nilai jual produk kopi dari Rp6.000 per kilogram menjadi Rp250 ribu per kilogram setelah mampu memproduksi kopi roasting.
“Tidak hanya coffee roasting, mereka juga kini mampu memproduksi kemasan kopi dengan merek kopinya sendiri," kata Gati .
Baca juga: Bahlil dorong semangat kewirausahaan di pesantren Yogyakarta
Ia optimistis pondok pesantren mampu mendukung pengembangan IKM nasional yang berdaya saing di kancah global.
“Kami meyakini para santri muda akan mampu menjadi agen perubahan yang strategis dalam membangun bangsa dan perekonomian Indonesia di masa mendatang,” pungkas Gati.
Baca juga: Kemenperin lanjutkan program cetak wirausaha baru di pesantren
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020