"Hal-hal terkait 'omnibus law' itu akan dibahas bersama ulama-ulama besar," kata Yahya Cholil Staquf di sela Forum Eurasia Centrist Democrat International (CDI) di Yogyakarta, Kamis.
Menurut Yahya, pembahasan itu nantinya akan menentukan pandangan Nahdlatul Ulama mengenai perlu atau tidaknya pemberlakuan UU omnibus law.
"Itu nanti akan dibahas di sana seperti apa. Ini kan baru statemen-statemen belum ada pembicaraan (di kalangan NU) dan belum ada 'study' mendalam tentang masalah-masalah itu," kata dia.
Meski demikian, secara pribadi ia berpandangan bahwa secara umum banyak sekali undang-undang di Indonesia yang tumpang tindih satu sama lain, sehingga, menurutnya, perlu sebuah penyelarasan.
"Saya kira mungkin perlu sinergi. Omnibus law ini kan salah satu kepentingannya adalah untuk menyelesaikan masalah tumpang tindih dari undang-undang," kata dia.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan bahwa UU omnibus law sangat diperlukan untuk mengimbangi perubahan dunia yang berlangsung secara cepat.
Menurut dia, selama ini Indonesia kesulitan merespons perubahan yang terjadi di dunia karena terhalang banyaknya aturan.
"Oleh sebab itu, kalau omnibus law itu rampung, akan ada perubahan besar di dalam pergerakan ekonomi kita, di dalam kebijakan Indonesia," kata Mahfud di Jakarta, Rabu (22/1).
Baca juga: Sikapi Omnibus Law, ribuan buruh di Medan demonstrasi
Baca juga: KSPN sebut ada pihak tertentu tunggangi aksi penolakan "omnibus law"
Baca juga: Pengamat sebut Omnibus Law jadi upaya bangun ekosistem investasi
Baca juga: Anggota DPR: Omnibus Law harus proteksi pengusaha UMKM
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2020