Wakil Presiden Ma’ruf Amin meminta Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi untuk mengklarifikasi langsung pernyataannya terkait agama dan Pancasila.
“Saya harapkan beliau bisa mengklarifikasi supaya tidak terjadi salah paham, kontroversi sehingga menimbulkan kegaduhan. Saya beliau mengklarifikasi ucapannya itu,” kata Wapres Ma’ruf usai menghadiri Rakernas Banggakencana di Gedung BKKBN Jakarta, Rabu.
Wapres berharap dengan klarifikasi itu, tidak ada konflik di kalangan masyarakat karena pernyataan Yudian menyinggung kelompok-kelompok agama tertentu.
Sebelumnya diberitakan, Kepala BPIP Yudian mengatakan bahwa musuh terbesar Pancasila adalah agama, bukannya kesukuan. Pernyataan tersebut membuat beberapa pihak reaktif, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mendesak Presiden Joko Widodo untuk mencopot Yudian dari jabatan Kepala BPIP.
Sementara itu, Staf Khusus Dewan Pengarah BPIP Benny Susetyo mengatakan pernyataan Yudian tersebut tidak bertujuan mempertentangkan antara agama dan Pancasila.
Menurut Romo Benny, pernyataan Yudian tersebut mengacu pada kelompok yang mengatasnamakan agama tertentu dan membenturkan dengan nilai-nilai Pancasila.
“Yang saya maksud adalah bahwa Pancasila sebagai konsensus tertinggi bangsa Indonesia harus kita jaga sebaik mungkin,” kata Yudian seperti dikutip Romo Benny.
Menurutnya, Pancasila adalah agamis karena kelima silanya dapat ditemukan di kitab suci enam agama yang diakui secara konstitusional oleh NKRI.
“Namun, pada kenyataannya, Pancasila sering dihadap-harapkan dengan agama oleh orang-orang tertentu yang memiliki pemahaman sempit dan ekstrim, padahal mereka itu minoritas (yang mengklaim mayoritas). Dalam konteks inilah, agama dapat menjadi musuh terbesar karena mayoritas, bahkan setiap orang, beragama; padahal Pancasila dan agama tidak bertentangan, bahkan saling mendukung,” ujar Yudian dalam keterangan singkatnya.
Baca juga: Pertentangkan agama dan Pancasila, MUI pertanyakan kepala BPIP
Baca juga: Gus Yaqut: Jangan benturkan agama dengan Pancasila
Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2020