Anggota Komisi IX (Bidang Kesehatan dan Ketenagakerjaan) DPR RI Dewi Aryani meminta kepala daerah cermat sebelum mengajukan permohonan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) kepada Menteri Kesehatan, terutama ketersediaan kebutuhan hidup dasar rakyat setempat.Jangan sampai ketika Menkes menetapan PSBB di suatu wilayah, daerah belum siap mengenai anggaran dan operasionalisasi jaring pengaman sosial
"Jangan sampai ketika Menkes menetapan PSBB di suatu wilayah, daerah belum siap mengenai anggaran dan operasionalisasi jaring pengaman sosial," kata Dewi Aryani melalui pesan WA-nya kepada ANTARA di Semarang, Minggu.
Politikus PDI Perjuangan ini mengemukakan hal itu, ketika merespons Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
PSBB yang dimaksud dalam Peraturan Menkes tertanggal 3 April 2020 adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Corona Virus Disease 2019 sedemikian rupa, untuk mencegah kemungkinan penyebaran COVID-19.
Untuk dapat ditetapkan PSBB, suatu wilayah provinsi/kabupaten/kota harus memenuhi kriteria sebagai berikut: jumlah kasus dan/atau jumlah kematian akibat penyakit meningkat dan menyebar secara signifikan dan cepat ke beberapa wilayah; dan terdapat kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah atau negara lain.
Dalam Pasal 4 PMK No. 9/2020 disebutkan bahwa gubernur/bupati/wali kota dalam mengajukan permohonan PSBB kepada Menkes harus disertai dengan data, antara lain peningkatan jumlah kasus menurut waktu disertai kurva epidemiologi.
Baca juga: Bambang Soesatyo ingatkan kepala daerah bijaksana soal kewenangan PSBB
Selain itu, data penyebaran kasus menurut waktu disertai peta penyebaran menurut waktu, dan kejadian transmisi lokal disertai dengan hasil penyelidikan epidemiologi yang menyebutkan telah terjadi penularan generasi kedua dan ketiga.
Dalam Pasal 9 disebutkan bahwa penetapan PSBB atas dasar: peningkatan jumlah kasus secara bermakna dalam kurun waktu tertentu; terjadi penyebaran kasus secara cepat di wilayah lain dalam kurun waktu tertentu; dan ada bukti terjadi transmisi lokal.
Selanjutnya, dalam Pasal 13 ayat (1) menyebutkan bahwa pelaksanaan PSBB meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja; pembatasan kegiatan keagamaan; pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum; pembatasan kegiatan sosial dan budaya; pembatasan moda transportasi; dan pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait dengan aspek pertahanan dan keamanan.
Namun, lanjut Dewi Aryani, jika pemerintah daerah sudah siap akan ketersediaan kehidupan dasar masyarakat setempat, sarana dan prasarana kesehatan, anggaran dan operasionalisasi jaring pengaman sosial, dan aspek keamanan, segera mengajukan kepada Menkes.
Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI ini mengingatkan kepala daerah yang melaksanakan PSBB harus berkoordinasi dengan instansi terkait, termasuk aparat penegak hukum, pihak keamanan, pengelola/penanggung jawab fasilitas kesehatan, dan instansi logistik setempat.
"Koordinasi itu dalam rangka efektivitas dan kelancaran pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar," kata wakil rakyat asal Daerah Pemilihan Jawa Tengah IX (Kabupaten/Kota Tegal dan Kabupaten Brebes) ini pula.
Baca juga: Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 atur pelaksanaan PSBB
Ia mengingatkan pemerintah daerah harus tetap waspada dan mengantisipasi arus pemudik yang masuk ke wilayahnya masing-masing.
"Posko di tiap desa dimaksimalkan dan dimonitor kerjanya," kata doktor Administrasi Kebijakan Publik dan Bisnis Universitas Indonesia ini.
Pewarta: D.Dj. Kliwantoro
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020