Dosen Departemen Mikrobiologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Jaka Widada berharap bilik swab yang ia kembangkan mampu diproduksi dan didistribusikan secara massal di tengah keterbatasan alat pelindung diri (APD) tenaga medis.orang yang diperiksa maupun medis juga terlindungi, aman dari penularan
"Satu unit sudah jadi dan ini sedang menyelesaikan 10 unit. Targetnya akhir minggu depan sudah bisa didistribusikan ke rumah sakit rujukan yang telah terdaftar," kata Jaka Widada saat dihubungi di Yogyakarta, Sabtu.
Jaka berharap Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Nasional bisa terlibat untuk memproduksi bilik swab secara massal. Pasalnya, hingga saat ini sumber dana pembuatan bilik swab yang diberi nama resmi "Swab Cabinet BCL-UGM" ini hanya mengandalkan sumbangan para donatur.
"Saya kira (keterlibatan gugus tugas) perlu. Kalau yang kami buat saat ini hanya mengandalkan 'dana umat' dari para donatur yang baik hati," kata dia.
Jaka mengatakan bahwa inisiatif pengembangan bilik swab berawal dari keprihatinannya terhadap ketersediaan alat pelindung diri (APD) tenaga medis yang terbatas.
Baca juga: Presiden Joko Widodo ingin tes PCR hingga 10 ribu per hari
Baca juga: Lab IPB untuk pengujian diagnostik COVID-19 segera dioperasikan
Bilik tersebut memiliki dimensi berukuran 90x90×200 cm dengan tinggi 2 meter. Lapisan bilik terbuat dari bahan aluminium panel komposit (APC) dengan ketebalan sekitar 3 mm.
Selain itu, pada bagian atas bilik terpasang blower dan hepa filter untuk mengembuskan udara bersih ke dalam bilik.
Pintu pada bagian belakang dan bagian depan menggunakan kaca dengan tebal 6 mm. Pintu ini dilengkapi dua lubang yang dipasang dua sarung tangan panjang permanen berbahan latex untuk memeriksa pasien.
Saat digunakan, sarung tangan permanen masih dirangkapi dengan sarung tangan medis steril yang sekali pakai. "Dengan demikian orang yang diperiksa maupun medis juga terlindungi, aman dari penularan," kata Jaka.
Bilik yang dibuat dengan bahan berstandar medis itu juga dilengkapi amplifier dengan speaker sebagai sarana komunikasi dengan pasien.
Ia berharap bilik yang ia kembangkan dapat menjadi solusi alternatif bagi petugas kesehatan saat mengambil swab pasien.
"Tenaga kesehatan tidak perlu pakai APD hanya cukup menggunakan masker sehingga nyaman tidak terbebani dengan hazmat yang berat dan panas," kata dia.
Jaka mengatakan untuk tahap awal bilik swab buatannya akan disalurkan ke sejumlah rumah sakit rujukan COVID-19 di DIY. "DIY yang sudah masuk daftar ada RSUP Dr Sardjito, RS Bantul, dan Sleman. Lainnya, oleh donatur dikirim ke Banyuwangi, Malang, Jakarta, Bandara Cengkareng, dan Bogor," kata Jaka.
Seperti dikutip dari laman resmi UGM, pembuatan bilik ini terinspirasi dari melihat video petugas kesehatan di Korea Selatan yang tengah melakukan uji swab di bilik untuk memeriksa pasien. Jaka lantas berdiskusi dengan istrinya yang merupakan dokter spesialis THT dan telah terbiasa menguji swab saat memeriksa pasiennya.
Disamping itu, Jaka memiliki latar belakang keilmuan mikrobiologi sehingga sedikit banyak memiliki pengetahuan tentang bakteri, virus serta ruangan yang bebas kuman.
"Background saya mikrobiologi, lebih dari 35 tahun belajar tentang bakteri, jamur, virus dan lainnya sehingga familiar tentang karakteristik virus seperti apa dan membuat ruang bebas kuman seperti apa," kata Jaka.
Baca juga: OTG di Kediri-Jatim dilakukan tes "swab" cegah penyebaran COVID-19
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020