• Beranda
  • Berita
  • Program skema bantuan likuiditas perbankan diminta lebih diperjelas

Program skema bantuan likuiditas perbankan diminta lebih diperjelas

16 Mei 2020 13:22 WIB
Program skema bantuan likuiditas perbankan diminta lebih diperjelas
Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar Puteri Anetta Komarudin. ANTARA/HO-DPR RI/am.
Program skema bantuan likuiditas kepada perbankan yang melakukan relaksasi kredit seperti tertuang dalam PP No 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional diminta perlu lebih diperjelas mekanismenya.

Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Anetta Komarudin dalam rilis di Jakarta, Sabtu, menilai harmonisasi berbagai skema bantuan likuiditas bagi perbankan itu perlu diperjelas untuk memastikan pelaksanaan yang optimal dan tepat sasaran.

"Merujuk Pasal 11 Perppu No 1 Tahun 2020, pemerintah berwenang untuk menempatkan dana langsung melalui lembaga keuangan, manajer investasi, atau lembaga lain yang ditunjuk. Kemudian sebagai ketentuan lanjutan, Pasal 10 PP No 23 Tahun 2020 memungkinkan pemerintah untuk menempatkan dana kepada bank peserta sebagai dana penyangga likuiditas bank pelaksana yang memberikan restrukturisasi kredit kepada UMKM terdampak COVID-19," kata politisi Partai Golkar tersebut.

Baca juga: OJK paparkan skema penyangga bagi bank yang kesulitan likuiditas

Berdasarkan PP di atas, bank peserta akan ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Dana penyangga likuiditas tersebut kemudian disalurkan kepada bank pelaksana oleh bank peserta, berdasarkan hubungan kontraktual business to business.

Menanggapi ketentuan tersebut, Puteri menyoroti kaitan skema penempatan dana ini dengan skema dukungan likuiditas lain yang juga diatur dalam Perppu No 1 Tahun 2020, seperti pinjaman likuiditas jangka pendek (PLJP) bagi bank sistemik dan bank nonsistemik, serta pinjaman likuiditas khusus (PLK) bagi bank sistemik.

Selain itu, ujar dia, PP itu juga masih belum cukup menjelaskan beberapa hal krusial terkait pelaksanaan teknisnya. Secara khusus, PP ini memang menyebutkan bahwa tata cara penempatan dana pemerintah akan diatur lebih lanjut dalam peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang saat ini belum diterbitkan.

"Masih banyak hal-hal teknis yang perlu diatur lebih lanjut. Misalnya, batasan kewenangan dan tanggung jawab bank peserta maupun pemerintah dalam menyalurkan dana penyangga likuiditas, serta ketentuan penilaian risiko oleh bank peserta dalam menyediakan dukungan likuiditas kepada bank pelaksana. Selain itu, pelibatan BPK dan BPKP menjadi hal yang sangat penting mengingat penyaluran dana dilakukan berdasarkan hubungan kontraktual," papar Puteri.

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memaparkan skema penyangga bagi bank jika mengalami kesulitan likuiditas setelah melakukan restrukturisasi kredit bagi debitur terdampak COVID-19.

“Ini penyangga kami sediakan apabila ada bank yang membutuhkan, kalau tidak ada, Alhamdulilah,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso.

Menurut dia, pemerintah akan menempatkan sejumlah dana di bank peserta atau bank yang masuk kategori 15 bank besar dan sehat sesuai diatur dalam PP Nomor 23 Tahun 2020.

Pemerintah berencana akan menerbitkan surat utang yang akan dibeli Bank Indonesia dan hasil penjualannya akan ditempatkan di bank peserta sebagai bagian penyangga likuiditas bagi perbankan yang membutuhkan

Nantinya, melalui bank peserta akan memberikan pinjaman kepada bank yang membutuhkan dukungan likuiditas atau disebut juga bank pelaksana yakni bank yang melaksanakan restrukturisasi kredit.

Adapun mekanismenya, kata dia, kredit yang direstrukturisasi bank pelaksana itu dijadikan sebagai agunan kepada bank peserta.

Sebelumnya, ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani kurang sependapat jika bank Himbara menjadi bank penyangga likuiditas bagi bank-bank yang likuiditasnya seret.

Menurut dia, kebijakan itu akan mempengaruhi saham bank-bank BUMN, karena dalam hal ini dikhawatirkan para pemegang saham minoritas memiliki pandangan negatif soal kebijakan tersebut.

Di sisi lain, lanjut Aviliani, dengan ditunjuknya bank Himbara sebagai bank penyangga likuiditas, tentu akan menimbulkan konflik kepentingan antara bank penyangga likuiditas dengan penerima likuiditas.

Baca juga: Restrukturisasi kredit, bank BUMN butuh likuiditas Rp156,1 triliun
Baca juga: Pemerintah bantu likuiditas pulihkan ekonomi melalui 15 bank penyangga

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020