• Beranda
  • Berita
  • Tito sampaikan urgensi Perppu Pilkada menjadi UU

Tito sampaikan urgensi Perppu Pilkada menjadi UU

24 Juni 2020 18:33 WIB
Tito sampaikan urgensi Perppu Pilkada menjadi UU
Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian. ANTARA/Setkab.go.id/pri.

Perubahan tentang pasal tersebut akan dapat menjadi payung hukum bagi penundaan Pilkada, dengan demikian memberikan fleksibilitas khususnya mengenai pandemik COVID-19 yang belum diketahui kapan berakhirnya

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyampaikan urgensi dikeluarkannya penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang nomor 2 (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan ketiga atas UU No.1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Wali Kota menjadi UU.

"Perubahan pengaturan UU untuk waktu penundaan dengan mencermati pasal-pasal tentang penundaan dan pemilihan lanjutan hanya diperlukan perubahan pasal yang mengatur tentang penundaan dan pemilihan lanjutan,” kata Tito dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi II DPR RI, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.

Karena itu menurut dia, Perppu nomor 2 tahun 2020 itu tidak banyak mengubah substansi yang ada dalam UU nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada.

Baca juga: Mendagri minta Bawaslu pertimbangkan kekhususan pandemi

Dalam kesempatan tersebut, Tito menjelaskan tentang perubahan pasal yang menjadi payung hukum bagi penundaan Pilkada yaitu pasal 120, 121, dan 122.

"Perubahan tentang pasal tersebut akan dapat menjadi payung hukum bagi penundaan Pilkada, dengan demikian memberikan fleksibilitas khususnya mengenai pandemik COVID-19 yang belum diketahui kapan berakhirnya," ujarnya.

Hal itu menurut Tito sesuai dengan kesimpulan Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR pada 20 Maret lalu yang intinya adalah DPR, pemerintah, KPU, Bawaslu, dan DKPP setuju untuk menunda Pilkada dengan tiga opsi.

Selain itu menurut dia dalam RDP tersebut disepakati, ketika pandemik COVID-19 berakhir maka tahapan Pilkada akan dapat segera dimulai kembali.

"Namun, dalam perjalanannya kita tahu bahwa tidak ada satupun ahli kesehatan yang menjamin kapan berakhirnya pandemik COVID-19. Karena itu dipandang perlu untuk mengubah pasal-pasal terkait dalam ketentuan UU No. 1 tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 tahun 2014," tuturnya.

Baca juga: Mendagri ingatkan tak boleh ada kampanye akbar jelang pilkada serentak

Dia menjelaskan dalam pasal 120 di UU 10 tahun 2016 tentang Pilkada belum menyebutkan kerusakan, gangguan keamanan, bencana alam, bencana sosial atau gangguan lainnya yang bersifat nasional, namun hanya bersifat parsial wilayah.

Menurut dia di UU tersebut belum menyebutkan bagaimana kalau terjadi gangguan yang bersifat nasional seperti pandemik COVID-19.

"Untuk itu diperlukan perubahan pasal yatu di Pasal 120 serta penambahan dua pasal yaitu Pasal 122A dan Pasal 201A," ucapnya.

Menurut dia, pengaturan pada Perppu tersebut mengatur mengenai penundaan dan pelaksanaan pemilu serentak lanjutan apabila sebagian wilayah pemilihan, seluruh wilayah pemilihan, sebagian besar atau seluruh daerah terjadi kedaruratan akibat kerusuhan, bencana alam, bencana non-alam, atau gangguan lainnya sehingga tahapan Pilkada serentak tidak dapat dilaksanakan.

Baca juga: Konflik Bupati-DPRD Jember, Tito tunggu keputusan Gubernur Jatim

Baca juga: Tito pastikan anggaran Pilkada tidak digunakan untuk COVID-19

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020