• Beranda
  • Berita
  • Peneliti LIPI: Terjemahkan jargon ilmiah COVID-19 dalam bahasa rakyat

Peneliti LIPI: Terjemahkan jargon ilmiah COVID-19 dalam bahasa rakyat

24 Juli 2020 21:39 WIB
Peneliti LIPI: Terjemahkan jargon ilmiah COVID-19 dalam bahasa rakyat
Sejumlah calon penumpang Kereta Rel Listrik (KRL) Commuterline antre memasuki Stasiun KA Bogor di tengah wabah virus corona (COVID-19) di Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (29/6/2020). Pembatasan penumpang di dalam KRL maupun di area peron menyebabkan antrean panjang penumpang di stasiun tersebut. Untuk mengurainya, pemerintah menyediakan bus gratis dan PT Kereta Commuter Indonesia mengujicobakan sistem informasi mengenai antrean melalui laman utama di aplikasi KRL Acccess dan media sosialnya. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/hp.

Menerjemahkan jargon ilmiah ke dalam pemahaman publik adalah hal yang penting

Peneliti di Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syarifah Aini Dalimunthe mengatakan pentingnya jargon atau istilah ilmiah terkait upaya pencegahan penyebaran COVID-19 diterjemahkan dalam bahasa rakyat di kehidupan sehari-hari sehingga mudah dipahami dan dipraktikkan masyarakat.

"Menerjemahkan jargon ilmiah ke dalam pemahaman publik adalah hal yang penting," katanya dalam seminar virtual bertajuk "Managing COVID-19 Pandemic: Experiences from Japan and Lesson Learned for Indonesia", di Jakarta, Jumat.

Mahasiswa S3 di Universitas Nagoya di Jepang itu mengatakan istilah "social distancing" di Jepang diterjemahkan dengan menghindari 3C, yakni tempat tertutup (closed spaces), tempat ramai orang atau penuh sesak (crowded places) dan kondisi yang menyebabkan kontak dekat (close-contact settings) seperti percakapan jarak dekat.

Dengan menerapkan strategi menghindari 3C itu, kata dia, maka masyarakat mudah untuk memahami dan mempraktikkan menjaga jarak dalam kehidupan mereka.

Meskipun tidak bersentuhan, katanya, tapi melakukan percakapan jarak dekat juga sama saja tidak mengaplikasikan upaya menjaga jarak yang benar.

Oleh karena itu, dia menyarankan agar menjaga jarak diterjemahkan sesuai dengan pemahaman publik di masing-masing negara.

Syarifah Aini Dalimunthe mengatakan risiko terjadinya kluster baru penularan COVID-19 sangat tinggi ketika 3C terjadi tumpang tindih.

Sementara itu, di seminar itu guru besar di Universitas Kanazawa, Jepang Prof Atsuro Tsutsumi mengatakan bahwa untuk Indonesia, bisa dengan melakukan pembatasan mobilitas antarpulau atau wilayah untuk mencegah penyebaran COVID-19.

Menurut dia menerjemahkan istilah ilmiah terkait upaya penanggulangan COVID-19 seperti istilah "social distancing" dan "physical distancing" ke dalam bahasa kehidupan sehari-hari juga menjadi penting untuk membuat masyarakat mudah memahami dan melakukannya.

Baca juga: WHO anjurkan frasa "physical distancing" daripada "social distancing"

Baca juga: KKP: Informasi kebencanaan gunakan bahasa sederhana


Baca juga: Anggota DPR sesalkan pegawai asing kini tak wajib bisa bahasa Indonesia

Baca juga: Badan Bahasa: Ruang publik Indonesia dipenuhi bahasa asing

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2020