• Beranda
  • Berita
  • Pekan keempat September, IHSG berpotensi melemah

Pekan keempat September, IHSG berpotensi melemah

20 September 2020 17:13 WIB
Pekan keempat September, IHSG berpotensi melemah
Wartawan salah satu stasiun televisi melaporkan pergerakan harga saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (18/9/2020). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj. (ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA)

IHSG kami perkirakan selama seminggu berpeluang konsolidasi melemah

Direktur PT Anugrah Mega Investama Hans Kwee mengatakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpotensi melemah pada pekan keempat September 2020 dipengaruhi sejumlah sentimen dari domestik dan eksternal.

"IHSG kami perkirakan selama seminggu berpeluang konsolidasi melemah dengan support di level 5.000 sampai 4.754 dan resistance di level 5.100 sampai 5.187," ujar Hans dalam pernyataan di Jakarta, Minggu.

Menurut Hans, pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Jakarta yang tidak sama persis dengan pemberlakuan PSBB periode pertama atau lebih longgar mampu mendorong IHSG naik di awal pekan lalu. PSBB total ditempuh akibat kenaikan angka infeksi harian dan angka kematian COVID-19 tertinggi di wilayah Jakarta.

"Tetapi dampak PSBB total yang longgar tetap diperkirakan akan mengganggu aktivitas bisnis dan perusahaan. Pasar saham dunia juga tertekan beberapa sentimen negatif mulai dari valuasi yang mahal, lonjakan kasus COVID-19, hingga ketegangan China-AS," kata Hans.

Dari AS, pelaku pasar menanti RUU stimulus fiskal untuk mengantisipasi virus corona baru yang diperkirakan senilai 1,5 triliun dolar AS. Tetapi komentar dari Ketua DPR Nancy Pelosi dan Kepala Staf Gedung Putih Mark Meadows, menunjukkan partai Demokrat dan Republik masih jauh dari kesepakatan stimulus fiskal lanjutan.

Baca juga: IHSG ditutup melemah pasca Bank Indonesia tahan suku bunga

Kedua partai masih bertahan pada posisi masing-masing. Beberapa laporan menunjukkan Senat Partai Republik tidak membuat rincian lebih lanjut tentang RUU tersebut. Pelaku pasar akan memperhitungkan paket stimulus fiskal yang diperkirakan senilai USD1,5 triliun yang sampai saat ini belum menunjukkan tanda-tanda kemajuan.

"Bila terjadi kesepakatan diharapkan mampu menjadi sentimen positif yang mendorong indeks-indeks dunia naik dan nilai tukar dolar AS melemah," ujar Hans.

Pelaku pasar juga memerhatikan data ekonomi yang lemah dan ketidakpastian prospek ekonomi. Hal itu sejalan dengan pernyataan The Fed tentang laju pemulihan ekonomi yang melambat.

Angka klaim pengangguran masih tetap tinggi semenjak pandemi COVID-19. Data Housing Starts dan indeks Bisnis Philadelphia menunjukkan penurunan.

Sebenarnya The Fed menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dan tingkat pengangguran pada tahun 2020 ke level yang lebih baik. Tahun 2020 pertumbuhan ekonomi Amerika diprediksi akan terkontraksi 3,7 persen lebih baik dari prediksi sebelumnya minus 6,5 persen.

Baca juga: OJK: Kebijakan restrukturisasi berhasil jaga ketahanan sektor keuangan

Tetapi pada 2021, 2022 dan 2023 ekonomi Amerika diperkirakan akan tumbuh melambat dari perkiraan awal yakni 4 persen (sebelumnya 4,5 persen) pada 2021 3 persen (sebelumnya 3,5 persen) pada 2022 dan 2,5 persen pada 2023. Sedangkan tingkat pengangguran diproyeksikan di level 7,6 persen, turun dari perkiraan sebelumnya di angka 9,3 persen.

"Pemulihan yang melambat membuat optimisme pelaku pasar saham menurun sehingga terjadi tekanan koreksi di pasar saham," kata Hans.

Beberapa perkembangan positif dalam negeri diantaranya adalah keputusan Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan. BI lebih mengutamakan stabilitas keuangan dalam mendukung perekonomian Indonesia dan mengindikasikan bank sentral tetap independen. Biarpun inflasi sangat rendah tetapi volatilitas rupiah membuat BI menahan penurunan suku bunga.

BI memastikan kepada pelaku pasar bahwa perjanjian burden sharing dengan pemerintah hanya untuk tahun 2020. Gubernur BI Perry Warjiyo juga mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menjanjikan akan mempertahankan kebijakan moneter BI tetap independen.

Data yang baik juga ditunjukkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang melaporkan neraca perdagangan Indonesia pada Agustus 2020 kembali mencatatkan surplus sebesar 2,33 miliar dolar AS.

Baca juga: Didukung sentimen domestik, IHSG akhiri pekan di teritori positif

Baca juga: Pergerakan IHSG hari ini dibayangi sentimen negatif domestik

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2020