Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai neraca komoditas yang kini tengah dirancang harus mampu mendorong kemitraan antara industri dengan petani dan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) sebagai pemasok bahan baku dan bahan baku penolong, guna memastikan proses penyerapan komoditas di dalam negeri dapat berjalan optimal.Untuk mendapatkan data peternak susu, peternak sapi itu sulitnya bukan main, sehingga industri hanya bisa menyerap 20 persen dari dalam negeri dan 80 persen impor
Direktur Eksekutif Apindo Danang Girindrawardana melalui pernyataan di Jakarta, Minggu, mengatakan, petani, peternak dan UMKM merupakan pihak-pihak yang selama ini banyak berkutat dengan bahan baku industri.
Ia mencontohkan, industri pengolahan susu membutuhkan pasokan bahan baku yang sangat besar. Sayangnya, pengusaha kerap kesulitan mengetahui jumlah produksi dan kualitas bahan baku yang mampu dihasilkan dari dalam negeri.
"Untuk mendapatkan data peternak susu, peternak sapi itu sulitnya bukan main, sehingga industri hanya bisa menyerap 20 persen dari dalam negeri dan 80 persen impor," ujar Danang.
Situasi yang sama juga terjadi pada komoditas lain, seperti tembakau. Dengan ketidakpastian tersebut, pelaku usaha tetap berupaya untuk menjaga keberlanjutan operasional dengan berbagai solusi pasokan bahan baku, sehingga memungkinkan proses produksi tidak berhenti.
Danang menjelaskan, terkait bahan baku dan bahan penolong, industri membutuhkan dua jenis data yaitu jumlah produksi (kuantitas) dan kualitas produknya. Proses kemitraan yang dibangun antara industri dengan petani sebagai pemasok, dipercaya mampu membantu menyelesaikan dua kebutuhan tersebut. Selain kemitraan, akurasi data dalam neraca komoditas juga mutlak diperlukan.
Selama ini, sering kali terjadi kekeliruan di lapangan terhadap data bahan baku atau bahan baku penolong yang diperlukan oleh industri.
"Ini harus menjadi fokus penyusunan neraca komoditas," kata Danang.
Untuk memperoleh data yang akurat, lanjutnya, terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan. Pertama, melakukan sensus pertanian, peternakan, dan dunia usaha atau UMKM sektor industri. Sensus inilah yang menjadi dasar kebijakan penyusunan neraca komoditas.
Kedua, petani, peternak, dan UMKM sebaiknya digolongkan ke dalam produsen bahan baku dan bahan penolong. Tak hanya itu, sensus juga harus dilakukan di sisi permintaan yang berasal dari industri.
"Itu harus benar-benar akurat dan sesuai antara kebutuhan dunia industri dengan hasil produksi dari teman teman petani, peternak, dan UMKM," ujar Danang.
Asisten Deputi Pengembangan Industri Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Atong Soekirman menambahkan, neraca komoditas nantinya akan memiliki beberapa fungsi. Pertama, neraca komoditas sebagai referensi tunggal bagi para pemangku kepentingan, termasuk industri, di mana seluruh proses pembuatan kebijakan akan berdasarkan pada data.
Neraca komoditas, lanjut Atong, tidak lagi hanya diperlakukan sebagai kebijakan sektor hilir, melainkan dapat menjadi kebijakan sektor hulu. Maksudnya, neraca ini tidak hanya memuat data jumlah, tetapi juga menyangkut kualitas dari sebuah komoditas tertentu.
Dengan demikian, produsen bahan baku industri tidak hanya mampu memenuhi kuantitas yang dibutuhkan, melainkan juga kualitas yang disyaratkan.
Kedua, neraca komoditas akan menjadi dasar pengambilan keputusan pemerintah baik presiden maupun menteri. Kebijakan tersebut antara lain menyangkut jumlah pasokan, sebaran komoditas, harga, hingga dukungan logistik yang dibutuhkan.
Dengan demikian, pemerintah dapat mengambil keputusan dan kebijakan yang tepat dalam mendistribusikan kebutuhan komoditas di suatu daerah, termasuk saat harus memutuskan solusi, seperti impor jika terdapat kekurangan.
Baca juga: Apindo tekankan pentingnya iklim usaha yang baik untuk tarik investasi
Baca juga: Apindo: Relaksasi pajak kendaraan dan perumahan gerakkan perekonomian
Baca juga: Apindo: Pemerintah perlu tingkatkan kapasitas pelaku usaha lokal
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2021