Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) melacak harta kekayaan tersangka berinisial DS yang berkaitan dengan korupsi proyek pembangunan panggung peresean di Desa Sesait.Kami telusuri hartanya dengan melakukan 'asset tracing'
"Kami telusuri hartanya dengan melakukan 'asset tracing' (penelusuran aset)," kata Kepala Kejari Mataram Yusuf.
Tujuan dari penelusuran aset tersebut, kata dia, untuk pemulihan kerugian negara yang nilainya mencapai Rp759 juta.
Kerugian proyek pembangunan panggung peresean ini, ujarnya pula, muncul dari hasil audit Inspektorat Lombok Utara untuk Dana Desa/Alokasi Dana Desa (DD/ADD) Sesait di tahun 2019.
Pada saat pengelolaannya, tersangka DS diketahui menduduki jabatan Sekretaris Desa Sesait. Dalam jabatan tersebut, DS diduga rela menyalahgunakan kewenangannya untuk tujuan keuntungan pribadi.
Setiap ada kegiatan desa, DS diduga melakukan monopoli, mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga proses pelaporan.
"Tidak ada dia melibatkan perangkat desa. Jadi setiap kegiatan, dia yang kelola, bukan TPK (tim pelaksana kegiatan), bukan juga kepala desa," ujar dia lagi.
Begitu juga dengan kuitansi pencairan anggaran kegiatan desa, seluruhnya diduga berada di bawah kendali DA.
"Sempat dia mengelak saat diperiksa, tetapi alasannya itu tidak bisa dia buktikan," ujarnya.
Karena itu, seluruh kerugian negara yang muncul dalam kasus ini, penyidik menduga kuat muaranya ada pada DS ketika menduduki jabatan sekretaris desa.
Lebih lanjut, DS dikatakan Yusuf kini telah resmi menjalani penahanan. Sebagai tahanan titipan jaksa, DS menjalaninya di Rutan Polresta Mataram. Penahanannya terhitung sejak Rabu (14/4) lalu.
Sebagai tersangka, DS dikenakan Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 dan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU RI Nomor 20/2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pada tahun 2019, Desa Sesait mengelola DD/ADD senilai Rp3,88 miliar dan juga tambahan dari dana bagi hasil pajak dan retribusi daerah (BHPRD). Nilainya sebesar Rp235,15 juta.
Anggaran itu kemudian dipakai untuk membiayai proyek fisik, antara lain pembangunan Jalan Sumur Pande, pembangunan drainase Pansor, pembangunan Talud Lokok Ara, Talud Sumur Pande, kemudian pengadaan bibit durian, dan pembangunan panggung peresean.
Dari sekian proyek, muncul masalah pembangunan panggung peresean. Kondisinya dikabarkan rusak, mengakibatkan panggung tersebut tidak dapat difungsikan sebagai ajang pertunjukan seni pertarungan tradisional Suku Sasak.
Baca juga: Jaksa eksekusi dua terpidana korupsi dana PNBP Asrama Haji Lombok
Baca juga: Dua terdakwa korupsi relokasi korban banjir di Bima NTB ajukan banding
Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021