"Antraks di (Kecamatan) Pagerwojo, infonya sudah menyebar ke manusia. Ada enam warga yang (sudah) terkontaminasi, kulitnya bolong-bolong," kata sumber anonim Antara berlatar belakang ASN mengabarkan melalui layanan pesanan daring whatsapp, Sabtu.
Saat informasi ini dikonfirmasikan ke pejabat Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung, Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Didik Eka tidak langsung membenarkan dengan dalih isu itu menjadi ranah kewenangan pimpinan.
Ia merasa tidak berhak memberi pernyataan kendati memiliki data dan informasi awal mengenai wabah antraks pada ternak yang diduga telah menular pada warga sekitar tersebut.
Baca juga: Sudin KPKP Jakpus siapkan 31 petugas periksa hewan kurban
Baca juga: 168 hewan ternak di Gunung Kidul mati, ini penyebabnya
"Jujur saya tidak berani komentar. Ini ranahnya masih (ada) di pimpinan. Jadi kalau memang begitu ya silahkan langsung ke Pak Kadin (Kepala Dinas Kesehatan) saja," kata Didik berusaha mengalihkan.
Namun, setelah mengetahui bahwa isu antraks pada ternak sapi di Pagerwojo sudah dipublikasi di media massa dengan mengutip pernyataan langsung dari Bupati Tulungagung Maryoto Birowo, Didik pun kemudian membenarkan informasi adanya enam warga yang mengalami penyakit kulit yang gejalanya sangat mirip dengan ciri penyakit antraks.
"Kalau misalnya pernyataan Pak Bupati ada yang di hewan (ternak), ya, monggo (silahkan) itu ranahnya Disnak (Dinas Peternakan), ya. Tapi kalau (yang ke) manusia, dari ciri-ciri klinis memang ada. Tapi kami belum mendapat konfirmasi apakah itu antraks atau bukan," kata Didik kemudian.
Dijelaskannya, ada enam warga yang sempat berobat ke Puskesmas Pagerwojo. Semuanya berasal dari Desa Sidomulyo. Saat datang, ada sejumlah bagian dari kulit mereka yang melepuh dan ada seperti membentuk cincin yang tengahnya gosong seperti (warna) arang. Ciri-ciri ini dalam ilmu medis dikenali sebagai ciri penyakit antraks, kata Didik.
"Mereka sudah diobati, namun tidak rawat inap. Kalau sudah (kondisi) begitu biasanya demam sudah beberapa hari sebelumnya," tutur Didik.
Luka akibat penyakit kulit yang diduga kontaminasi bakteri antraks itu menyebar di beberapa bagian tubuh penderita. Ada yang di tubuh, ada yang di betis, kaki, tangan dan lainnya.
"Tetapi sementara kami belum bisa memastikan antraks atau bukan karena hasil uji laboratorium belum kami terima dari Balai Besar Veteriner Wates Yogyakarta. Kalau sampelnya sudah kami kirim, atau lebih tepatnya dibawa oleh Kepala BB Veteriner (Wates) Yogyakarta," katanya.
Diperkirakan, hasil uji laboratorium di BB Veteriner Wates Yogyakarta baru keluar sepekan setelah sampel dikirim. "Mungkin Kamis (10/6) depan hasilnya baru kami terima," ujar Didik.
Sebelumnya, Jumat (4/6) Bupati Tulungagung Maryoto Birowo mengonfirmasi kepada awak media bahwa penyebab kematian 26 ternak sapi di wilayah Desa Sidomulyo, Kecamatan Pagerwojo dalam kurun sebulan terakhir adalah karena serangan virus antraks.
Jumlah ternak yang mati di wilayah Desa Sidomulyo teridentifikasi sebanyak 29 ekor, dengan rincian 26 ekor sapi dan tiga ekor kambing.
Kasus yang sempat membuat warga gempar itu kemudian diselidiki oleh Dinas Peternakan Tulungagung dengan mengerahkan tim Keswan untuk mengambil sampel isi lambung, darah serta empedu ternak yang mati.
Tak hanya ternak yang sudah mati dan dikubur, petugas juga mengambil sampel darah serta feses ternak sapi hidup. Sampel-sampel yang telah dikumpulkan kemudian diperiksakan di laboratorium di Surabaya dan hasilnya sebagaimana diumumkan oleh Bupati Maryoto Birowo bahwa penyebab kematian diindikasi karena serangan virus antraks.
Temuan itu kini telah dilaporkan ke Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dan Kementerian Pertanian. Dan untuk mencegah penyebaran lebih lanjut, Pemkab Tulungagung memberlakukan kebijakan penutupan atau pencegahan bagi peternak yang ingin membawa ternak sapi maupun kambing mereka keluar dari Desa Sidomulyo. (*)
Baca juga: Gunung Kidul pastikan kasus antraks tak pengaruhi kunjungan wisatawan
Baca juga: Dinkes Bantul instruksikan rumah sakit antisipasi penyakit antraks
Pewarta: Destyan H. Sujarwoko
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021