"Tim penyidik sudah mulai memeriksa para tersangka satu per satu dalam tahap penyidikan saat ini," kata Asisten Intelijen Kejati Sumbar Mustaqpirin di Padang, Jumat.
Ia mengatakan pemeriksaan para tersangka itu dilakukan demi merampungkan berkas kasus yang disebut telah merugikan keuangan negara hingga Rp28 miliar.
Namun demikian, hingga saat ini penyidik belum menahan belasan tersangka yang punya berbagai latar belakang mulai dari warga penerima ganti rugi, aparatur pemerintahan daerah, aparatur pemerintahan nagari, serta pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Baca juga: Kejati Sumbar tetapkan 13 tersangka kasus korupsi ganti rugi tol
Kelompok tersangka sebagai penerima ganti rugi berjumlah delapan orang yakni BK, MR, SP, KD, AH, SY, RF, dan SA yang diketahui juga merupakan perangkat pemerintahan Nagari.
Sementara lima tersangka lainnya adalah SS yang berlatar belakang perangkat pemerintahan Nagari, YW Aparatur Pemerintahan di Padang Pariaman, kemudian J, RN, US dari BPN selaku panitia pengadaan tanah.
Belasan tersangka dalam kasus itu diproses dalam sebelas berkas terpisah, dan tim sampai saat ini masih terus melanjutkan proses penyidikan.
Selain memeriksa para tersangka, Kejati Sumbar juga terus memeriksa 60 lebih saksi secara maraton untuk mendalami kasus serta perbuatan tersangka.
Kejati Sumbar menyatakan bahwa pihaknya akan memroses kasus itu secara terbuka dan adil, tanpa memandang subjektif. Sehingga kalau ada pejabat atau mantan pejabat yang diperiksa itu murni terkait pemrosesan kasus.
Penetapan tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembayaran ganti rugi lahan tol Padang-Sicincin itu telah dilakukan oleh Kejati Sumbar pada 29 Oktober 2021.
Asisten Pidana Khusus Kejati Sumbar, Suyanto membeberkan dari penghitungan sementara perkara itu telah merugikan keuangan negara mencapai jumlah Rp28 miliar.
Kerugian itu muncul karena diduga uang pembayaran ganti rugi lahan tol yang telah digelontorkan oleh negara diklaim secara melawan hukum oleh orang yang tidak berhak sebagai penerima ganti rugi.
Baca juga: Akademisi dorong Kejati Sumbar tetapkan tersangka korupsi lahan tol
Ia menceritakan persoalan berawal saat adanya proyek pembangun tol Padang-Sicincin pada 2020 dimana negara menyiapkan uang sebagai ganti rugi bagi lahan yang terdampak pembangunan.
Salah satu lahan yang terdampak adalah taman Keanekaragaman Hayati (KEHATI) di Paritmalintang, Kabupaten Padang Pariaman, dimana uang ganti rugi diterima oleh orang per orang.
Setelah diusut lebih lanjut oleh kejaksaan ternyata diketahui bahwa taman KEHATI statusnya masuk dalam aset daerah dan tercatat pada bidang aset Badan Pengelolaan Keuangan daerah Padangpariaman.
Karena lahan itu termasuk dalam objek ketika Kabupaten Padang Pariaman mengurus pemindahan Ibu Kota Kabupaten (IKK) ke Parit Malintang pada 2007.
Pengadaan tanah dalam kegiatan pemindahan IKK saat itu dilengkapi dengan surat pernyataan pelepasan hak dari para penggarap tanah serta dilakukan ganti rugi.
Lahan akhirnya dikuasai oleh Pemkab Padang Pariaman dengan membangun kantor Bupati (2010), Hutan Kota (2011), Ruang Terbuka Hijau (2012), Kantor Dinas Pau (2014), termasuk taman KEHATI (2014) berdasarkan SK Bupati seluas 10 hektare.
Pembangunan dan pemeliharaan taman KEHATI saat itu menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK) Kementerian Lingkungan Hidup serta APBD Padang Pariaman.
Pada bagian lain, Asintel Kejati Sumbar menegaskan penyidikan kasus saat ini murni terkait pembayaran ganti rugi lahan saja, bukan pengerjaan fisik proyek tol.
Sehingga tidak akan berdampak pada pengerjaan proyek tol, apalagi menghambat pengerjaan.
"Pemrosesan ini bagian dari upaya kejaksaan dalam mendukung proyek tol sebagai proyek strategis nasional, jangan sampai ada pihak tak bertanggung jawab yang mengambil keuntungan pribadi dan merugikan keuangan negara," katanya.
Baca juga: Akademisi dukung Kejati Sumbar usut tuntas korupsi lahan tol
Baca juga: Kejati memeriksa 60 saksi kasus ganti rugi lahan tol Padang-Sicincin
Baca juga: Kejati Sumbar periksa 6 pejabat kasus ganti rugi lahan tol
Pewarta: Laila Syafarud
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2021