Bahkan secara psikologis, ancaman COVID-19 membuat orang berpikir panjang untuk melakukan perjalanan jauh. Akibatnya, moda transportasi kekurangan penumpang, termasuk moda udara, yang mana penerbangan domestik maupun internasional menjadi sepi.
Catatan Indonesia National Air Carriers Association (INACA) menunjukkan, terjadi penurunan tajam jumlah penumpang pesawat dalam dua tahun terakhir dibandingkan tahun 2019. Hal tersebut disebabkan pembatasan mobilitas akibat pandemi COVID-19. Realisasi penumpang pesawat domestik pada 2019 sekitar 80 juta penumpang.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat total jumlah penumpang udara di Indonesia selama 2019 mencapai 95,56 juta, yang terdiri atas penumpang penerbangan domestik 76,68 juta dan penerbangan internasional 18,88 juta.
Akibat pandemi COVID-19 sejak Maret 2020 dan pembatasan mobilitas penduduk, jumlah penumpang turun menjadi 36,05 juta pada tahun lalu, yang terdiri atas penumpang penerbangan domestik 32,39 juta dan penerbangan internasional 3,66 juta. Pada 2021, total jumlah penumpang udara diperkirakan 28 juta seiring dengan merebaknya varian COVID-19 varian Delta pada sekitar Juli-Agustus lalu.
Penurunan jumlah penumpang menyebabkan ndustri penerbangan melesu, bahkan tidak bisa menghindar dari kerugian. Ambil contoh saja maskapai plat merah, Garuda Indonesia. Pada 2021, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) menelan kerugian bersih senilai 1,334 miliar dolar AS atau setara dengan Rp18,94 triliun (kurs Rp14.200 per doalr AS) pada periode laporan keuangan yang berakhir pada 30 September 2021. Kerugian ini membengkak 25 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat 1,07 miliar dolar atau Rp15,19 triliun.
Kinerja keuangan Garuda ini disampaikan Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo dalam Rapat Kerja Menteri BUMN dengan Komisi VI, Selasa (9/11/2021) siang. Berdasarkan paparannya, per September 2021 Garuda mencatatkan pendapatan sebesar 568 juta dolar atau sekitar Rp8,06 triliun. Capaian ini anjlok 50 persen dari pendapatan periode yang sama tahun sebelumnya yang senilai 1,13 miliar dolar atau setara Rp16,05 triliun.
Dari sisi total pendapatan, perolehan GIAA pada tiga bulan pertama 2021 hanya 353,07 juta dolar. Perolehan ini anjlok 54,03 persen jika dibandingkan total pendapatan kuartal I 2020 yang sebesar 768,12 juta dolar.
Bagaimana yang lain? Lion Air Group pun terhantam pandemi. Salah satu pertandanya adalah manajemen mengumumkan pengurangan tenaga kerja dengan merumahkan karyawan (status tidak pemutusan hubungan kerja/PHK) menurut beban kerja (load) di unit masing-masing yaitu kurang lebih 25 persen hingga 35 persen karyawan dari 23.000 karyawan.
Prospek 2022
INACA melihat prospek 2022 dari angka vaksinasi. Ketua Umum INACA Denon Prawiraatmadja mengatakan merasa prihatin dengan situasi maskapai di Indonesia saat ini. Selama pandemi COVID-19 belum teratasi, industri penerbangan dan perusahaan maskapai masih akan tertekan.
Maka dari itu, ia berharap vaksinasi bisa diakselerasi sehingga kekebalan kelompok (herd immunity) bisa lebih cepat terbentuk. Dengan begitu, mobilitas masyarakat dan penggunaan transportasi udara bisa lekas pulih.
BPS juga mengemukakan optimisme bahwa dengan percepatan vaksinasi dan membaiknya penanganan COVID-19, pada 2022 jumlah penumpang transportasi udara diproyeksikan naik kembali menjadi 56 juta terutama dari penumpang domestik.
Soal angka, INACA juga seoptimis BPS. Proyeksi INACA antara lain penumpang domestik penerbangan pada 2022 bisa mulai menembus 60 juta penumpang. Optimisme itu didasarkan pada kebijakan pemerintah yang mulai menurunkan level pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).
Bahkan, pada akhir tahun ini kebijakan PPKM level 3 yang semula bakal diterapkan oleh pemerintah menjelang periode Natal 2021 dan Tahun Baru 2022 batal diterapkan. Kebijakan ini akan membuka mobilitas masyarakat. Ujung-ujungnya akan banyak lagi penumpang pesawat.
Namun begitu, optimisme itu masih harus diuji. Lihat dulu progres kasus COVID-19 seusai libur Natal dan Tahun Baru. Meski sudah diatur sedemikian rupa, mobilitas selama periode tersebut meningkat. Mudah saja dilihat dari jumlah mobil yang meninggalkan Jakarta.
Berdasarkan keterangan resmi pengelola jalan tol, Jasa Marga, pada libur Natal dan tahun baru tahun ini jumlah pengendara yang meninggalkan wilayah Jabodetabek tetap naik walau tidak melonjak tinggi.
Jasa Marga mencatat sebanyak 1.422.094 kendaraan meninggalkan wilayah Jabotabek pada H-8 hingga hari H perayaan Natal 2021, atau 17-25 Desember. Jumlah kendaraan itu meningkat 5 persen dibanding lalu lintas normal pada periode November 2021.
Jumlah itu dihitung dari kendaraan yang melintasi wilayah Jakarta Raya dari berbagai pintu tol, mulai dari Jakarta-Cikampek, Jagorawi maupun Merak. Meski begitu pengendara yang melintasi Tol Cikampek menjadi yang tertinggi. Tercatat 339.872 kendaraan melintasi gerbang tol Cikampek Utama menuju Cipali. Jumlah ini meningkat 11 persen dari lalu lintas normal.
Kenaikan mobilitas ini akan terlihat dampaknya pada Januari 2022. Apabila periode Natal dan tahun baru ini berhasil terlampaui tanpa ada klaster baru penyebaran, maskapai dapat memulai pemulihan.
Hal lain, bagaimana pemerintah "menjaga" pintu masuk negara. Bilamana Omicron bocor masuk ke Indonesia dalam jumlah tinggi, optimisme maskapai akan tertunda lagi. Fakta menyatakan omicron bisa melumpuhkan penerbangan di Amerika Serikat.
Harapan kita bersama, liburan Natal dan tahun baru tidak akan menimbulkan klaster baru agar industri penerbangan 2022 pulih kembali. Kepak sayap maskapai kembali ramai di langit Indonesia.
Baca juga: Menhub: Pemulihan industri penerbangan jadi prioritas bersama
Baca juga: Menhub: Tak ada penambahan penerbangan selama periode Natal
Baca juga: INACA: Terjadi fenomena menarik di penerbangan nasional saat pandemi
Baca juga: Kadin nilai Inmendagri Nomor 53/2021 beratkan industri penerbangan
Pewarta: Nusarina Yuliastuti
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2021