• Beranda
  • Berita
  • Bupati Hulu Sungai Utara nonaktif segera disidangkan

Bupati Hulu Sungai Utara nonaktif segera disidangkan

17 Maret 2022 14:28 WIB
Bupati Hulu Sungai Utara nonaktif segera disidangkan
Tersangka Bupati Hulu Sungai Utara nonaktif Abdul Wahid (kanan) berjalan meninggalkan ruangan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Rabu (12/1/2022). . ANTARA FOTO/Reno Esnir/YU.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyerahkan barang bukti dan tersangka Bupati Hulu Sungai Utara nonaktif Abdul Wahid (AW) ke penuntutan agar dapat segera disidangkan.

Abdul Wahid adalah tersangka kasus dugaan suap, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"Hari ini, tim penyidik melaksanakan penyerahan tersangka dan barang bukti (tahap II) dengan tersangka AW pada tim jaksa karena kelengkapan berkas perkaranya dinyatakan lengkap," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

Baca juga: KPK memanggil 17 saksi kasus TPPU Bupati Hulu Sungai Utara

Ali menyampaikan penahanan Abdul Wahid masih tetap dilakukan oleh tim jaksa selama 20 hari terhitung sejak 17 Maret 2022 sampai dengan 5 April 2022 di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

Selanjutnya, dalam waktu 14 hari kerja, tim jaksa segera menyusun surat dakwaan dan melimpahkan berkas perkara Abdul Wahid ke pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor).

"Persidangan dijadwalkan akan berlangsung di Pengadilan Tipikor pada PN Banjarmasin," ucap Ali.

Sebelumnya, KPK telah menetapkan Abdul Wahid sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan tahun 2021-2022 dan gratifikasi.

Penetapan Abdul Wahid sebagai tersangka merupakan pengembangan dari kasus yang menjerat Maliki (MK) selaku Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Pertanahan (PUPRP) Hulu Sungai Utara, Marhaini (MRH) dari pihak swasta/Direktur CV Hanamas, dan Fachriadi (FH) dari pihak swasta/Direktur CV Kalpataru.

KPK menduga pemberian komitmen bagian yang diduga diterima Abdul Wahid melalui Maliki, yaitu dari Marhaini dan Fachriadi dengan jumlah sekitar Rp500 juta.

Selain melalui perantaraan Maliki, Abdul Wahid juga diduga menerima komitmen bagian dari beberapa proyek lainnya melalui perantaraan beberapa pihak di Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara, yaitu pada 2019 sekitar Rp4,6 miliar, pada 2020 sekitar Rp12 miliar, dan pada 2021 sekitar Rp1,8 miliar.

Dari pengembangan kasus suap tersebut, KPK kemudian menetapkan Abdul Wahid sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Setelah tim penyidik mendalami dan menganalisa dari rangkaian alat bukti yang ditemukan dalam proses penyidikan kasus suap dan gratifikasi oleh tersangka Abdul Wahid diduga ada beberapa penerimaan yang dengan sengaja disamarkan dan diubah bentuknya serta dialihkan kepada pihak lain.

Selain itu, tim penyidik juga telah menyita berbagai aset dari Abdul Wahid terkait dugaan adanya penerimaan suap, gratifikasi, dan TPPU tersebut.

Adapun aset-aset yang disita, yakni tanah dan bangunan yang berada di Kabupaten Hulu Sungai Utara dan sekitarnya dengan nilai Rp10 miliar, uang tunai dalam bentuk mata uang rupiah dan mata uang asing yang jumlahnya sekitar Rp4,2 miliar, dan kendaraan bermotor.

Baca juga: KPK panggil tujuh saksi kasus pencucian uang Bupati Hulu Sungai Utara

Baca juga: KPK tetapkan Bupati Hulu Sungai Utara Abdul Wahid tersangka TPPU

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2022