Start up agriculture bagi peternak ayam bernama "Chickin" yang digarap tiga mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) telah diunduh ribuan peternak di Indonesia dan masuk Forbes 30 under 30.Proyek pembuatan start up tersebut dimulai sejak mereka duduk di bangku kuliah pada semester dua.
Melalui Internet of Things (IoT) dan Artificial Intelligence (AI) Chickin dapat meningkatkan produktivitas peternak hingga 25 persen lebih tinggi. "Chickin Apps sangat membantu dalam pengelolaan/manajemen pemeliharaan," kata salah seorang peternak, Yudi dalam rilis yang diterima di Malang, Jumat.
Menurut Yudi yang juga anggota komunitas peternak tersebut, apabila dilakukan dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ketat, sistem pemeliharaan akan efisien untuk pakan, mortalitas bisa ditekan dengan cara pencegahan dan pengobatan yang presisi.
Chickin Indonesia (Chickin) dikembangkan oleh Ashab Alkahfi (Agroekoteknologi FP) sebagai President, Tubagus Syailendra (Hubungan Internasional FISIP) sebagai CEO, dan Ahmad Syaifullah (Sistem Informasi FILKOM) sebagai Chief Technology Officer.
Proyek pembuatan start up tersebut dimulai sejak mereka duduk di bangku kuliah pada semester dua.
"Awal kami riset dan mengembangkannya di daerah Klaten, Jawa Tengah. Di sana kita jadi peternak, lalu membangun kandang dan mulai usaha ternak ayam sampai akhirnya ketemu banyak permasalahan yang dihadapi peternak lokal. Dari situ kita mencoba memecahkan kendala-kendala para peternak dengan menggunakan teknologi," kata Ashab.
Ashab menambahkan melalui Chickin, peternak tidak perlu melakukan pengontrolan iklim kandang ayam secara manual.
"Peternak ayam bisa melakukan kontrol iklim dari rumah. Dengan teknologi ini, peternak bisa memasukkan, data seperti sarana produksi peternak atau sapronak, data harian, dan data penjualan. Sehingga, performa lebih terukur dan dapat meminimalisir risiko melalui tindakan preventif," katanya.
Beberapa fitur yang ada pada Chickin Apps, yaitu kelola kandang, kelola data kandang, dan konfigurasi IoT yang bisa disesuaikan dengan keadaan cuaca, suhu dan kelembaban bahkan umur ayam.
Saat ini, selain dengan 14 rumah potong, Chickin juga bermitra dengan 100 industri makanan sebagai penyuplai daging ayam.
Ashab berharap nantinya Chickin bisa memberikan dampak positif yang lebih banyak bagi peternak. "Teknologi modernisasi peternakan yang kita kembangkan secara gratis tersebut merupakan binaan Badan Inovasi dan Inkubator Wirausaha (BIIW) Universitas Brawijaya.
Saat ini Chickin mencatat pertumbuhan bisnis 22x dalam 10 bulan terakhir dan telah menutup putaran pendanaan permulaan sebesar Rp35 miliar dengan 3 investor global. Mereka menargetkan peningkatan omset sebesar Rp500 miliar di akhir tahun 2022, dengan 10 juta ekor ayam yang diberdayakan setiap bulan.
Dua Founder Chickin Indonesia, Ashab Alkahfi dan Tubagus Syailendra saat ini menjadi bagian dari Forbes Indonesia 30 Under 30, yang baru saja diluncurkan.
Chickin Indonesia berkomitmen memanfaatkan teknologi untuk meminimalisasi penggunaan antibiotik pada ayam organik, dengan mengendalikan suhu kandang, dan memberikan pembinaan pada peternak ayam, secara cuma-cuma, dengan tujuan memodernisasi peternak ayam Indonesia.
Hingga saat ini, aplikasi Chickin Indonesia telah digunakan oleh seribu peternak se-Indonesia, dengan target 10 juta ayam yang dipelihara tiap bulan.
Baca juga: Mahasiswa UB mengolah kulit durian menjadi krim antijerawat
Baca juga: Bioplastik singkong solusi atasi limbah popok bayi karya mahasiswa UB
Baca juga: Mahasiswa UB buat pupuk bio organik dari limbah makanan dan ternak
Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2022