Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu mengatakan pedagang atau exchanger aset kripto yang tak berizin Bappebti berpotensi dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) dua kali lipat.
Kepala Sub Direktorat PPM Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya Kemenkeu Bonarsius Sipayung mengatakan penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) atau exchanger aset kripto yang tidak terdaftar di Bappebti mesti melakukan pemungutan dan penyetoran PPN dan PPh dengan tarif 0,22 persen dan 0,1 persen.
“Karena kalau PPMSE yang merupakan PFAK (pedagang fisik aset kripto) terdaftar di Bappebti, tarif PPN yang dipungut dan disetor sebesar 1 persen dari tarif PPN atau 0,11 persen dikali dengan nilai aset kripto, dan tarif PPh 22 finalnya sebesar 0,1 persen," katanya dalam media briefing daring, Rabu.
PPMSE yang merupakan PFAK terdaftar di Bappebti memungut tarif PPN dan PPh lebih rendah atas perdagangan aset kripto karena memiliki sistem administrasi yang lebih baik sehingga dapat dipantau oleh pemerintah.
Tak hanya itu, kebijakan tersebut dinilai selaras dengan kebijakan pemerintah untuk mengembangkan transaksi aset kripto yang aman di Indonesia.
"Kalau tidak mau diatur, kena tarif lebih tinggi. Kita harus selaras dengan Kemendag, yang ada di sistem kementerian itu kita dukung dengan tarif yang lebih rendah," jelasnya.
Meski demikian, Bonar mengatakan DJP bersifat netral dan tidak melarang masyarakat untuk melakukan transaksi yang berkaitan dengan aset kripto, tetapi sebaiknya memilih exchanger yang terdaftar di Bappebti.
Dalam PMK Nomor 68 Tahun 2022, pemerintah mengatur tiga bentuk penyerahan barang kena pajak (BKP) tak berwujud berupa aset kripto yang dikenakan PPN.
Tiga bentuk tersebut yakni, pembelian aset kripto dengan mata uang Fiat, tukar menukar aset kripto dengan aset kripto lainnya atau swap, dan tukar menukar aset kripto dengan barang selain aset kripto atau jasa.
Sementara itu, atas penyerahan jasa verifikasi transaksi aset kripto dan mining pool, PPN yang harus dipungut dan disetor sebesar 10 persen dari tarif PPN umum atau 1,1 persen yang dikali dengan nilai uang atas aset kripto yang diterima penambang.
Selain PPN, aset kripto juga dikenakan pajak penghasilan (PPh) atas penghasilan yang diterima oleh penjual aset kripto, penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik, dan penambang.
Baca juga: DJP terapkan asas keadilan dalam PPN jasa perjalanan keagamaan
Baca juga: DJP Kemenkeu bisa tunjuk PPMSE luar negeri pungut PPN aset kripto
Baca juga: DJP sebut jumlah pelaporan SPT Tahunan naik tipis, capai 11,46 juta
Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2022