• Beranda
  • Berita
  • Kadin Jatim: Pemerintah perlu menetapkan wabah PKM sebagai KLB

Kadin Jatim: Pemerintah perlu menetapkan wabah PKM sebagai KLB

12 Juni 2022 13:13 WIB
Kadin Jatim: Pemerintah perlu menetapkan wabah PKM sebagai KLB
Sejumlah peternak di Magetan merawat ternak sapinya agar tidak terpapar penyakit mulut dan kuku (PMK) yang semakin meluas. Data Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Magetan mencatat kasus sapi yang positif PMK di Magetan hingga tanggal 9 Juni 2022 mencapai sebanyak 1.463 ekor. (ANTARA/Louis Rika)

Dengan penetapan status KLB ini maka pemerintah memiliki tanggung jawab lebih serius lagi

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur menyerukan pemerintah segera menetapkan status kejadian luar biasa atau KLB pada wabah penyakit kuku dan mulut (PMK) yang kasusnya kini semakin meluas dan korban juga terus bertambah.

"Dengan penetapan status KLB ini maka pemerintah memiliki tanggung jawab lebih serius lagi, karena dalam penanganan kasus ini payung hukumnya jelas," kata Wakil Ketua Umum Kadin Jatim (Bidang Pertanian dan Pangan) Dr Edi Purwanto di Surabaya, Minggu.

Dosen Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang yang juga Ketua Umum Yayasan Insan Cita Agromadani (ICAM) Indonesia ini mengemukakan bahwa dengan status KLB, maka peternak yang dalam hal pendanaan bergantung pada perbankan, juga akan menjadi lebih ringan, misalnya dengan kebijakan relaksasi cicilan.

Baca juga: Ratusan ekor sapi tertahan di kapal Pelabuhan Tanjung Perak

"Saat ini bank-bank tidak berani mengeluarkan kebijakan relaksasi, karena tidak ada payung hukumnya. Karena itu bank-bank sekarang memperlakukan kredit dari para peternak seperti normal-normal saja," katanya.

Pria yang akrab dipanggil Edi Ortega itu mengemukakan saat ini para peternak sudah sangat resah karena setiap hari ada laporan adanya sapi atau ternak yang mati akibat terserang virus PMK. Selain jumlah korban terus bertambah, wabah PMK saat ini sudah semakin menyebar dan merata di semua daerah.

"Kondisi ini diperparah lagi dengan persepsi masyarakat yang keliru mengenai daging sapi dan sejenisnya yang menganggap bahwa daging ternak yang terkena PMK tidak aman dikonsumsi," katanya.

Baca juga: Penularan penyakit mulut-kuku sapi di Magetan meluas

"Maka dampaknya harga ternak menjadi anjlok. Sapi yang normalnya seharga Rp20 juta, dengan adanya PMK bisa turun menjadi hanya Rp5 juta, atau bahkan sapi yang sudah terkena PMK bisa dihargai Rp3 juta hingga Rp4 juta saja," lanjutnya.

Menurut dia, jika kasus PMK ini hanya ditangani seperti kejadian normal maka korban pada ternak maupun peternak akan semakin banyak. Apalagi saat ini, para peternak dihadapkan pada masalah biaya untuk perawatan ternak yang sakit karena membutuhkan biaya yang tidak kecil untuk ukuran mereka.

Baca juga: Angkut sapi terindikasi PMK, 39 kendaraan di Ngawi diputarbalik

"Untuk biaya suntik sapi yang terkena PMK bisa ratusan ribu. Ini kalau tidak didukung oleh pemerintah, khususnya pemerintah daerah, peternak akan semakin berat. Di desa-desa itu banyak masyarakat yang menggantungkan hidupnya para ternak piaraan ini. Karena itu kasus PMK ini akan menambah jumlah kemiskinan di Indonesia kalau tidak segera diambil kebijakan di atas normal," katanya.

Edi juga menyarankan agar pemerintah daerah membentuk posko pusat krisis di tiap kabupaten, bahkan kalau memungkinkan hingga ke tingkat kecamatan. Keberadaan posko pusat krisis ini perlu melibatkan semua pihak, termasuk kalangan kampus, untuk membantu konsolidasi penanganan secara menyeluruh.

"Tim dari pusat krisis ini juga bisa mengedukasi masyarakat dalam berbagai hal, termasuk pemahaman mengenai daging ternak yang terkena PMK aman dikonsumsi. Bahkan, relawan pusat krisis ini juga melakukan pendampingan psikologis pada masyarakat yang terguncang akibat wabah PMK," katanya.

Baca juga: Gubernur Jatim sampaikan ternak di 15 kabupaten/kota terbebas PMK

Pewarta: Masuki M. Astro
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2022