• Beranda
  • Berita
  • BRIN: Pajak karbon perlu didukung kebijakan lain kurangi dampak sosial

BRIN: Pajak karbon perlu didukung kebijakan lain kurangi dampak sosial

20 Juni 2022 16:07 WIB
BRIN: Pajak karbon perlu didukung kebijakan lain kurangi dampak sosial
Suasana lalu lintas di kawasan Sudirman, Jakarta. Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebanyak 26 persen pada tahun 2021 dan 29 persen pada tahun 2030. (ANTARA/Dewa Wiguna)
Peneliti Pusat Riset Ekonomi Perilaku dan Sirkuler Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Raden Deden Djaenudin mengatakan penerapan pajak karbon harus didukung dengan kebijakan-kebijakan lain untuk mengurangi dampak sosial, terutama terhadap kelompok kurang mampu.

"Kalau tujuannya untuk menerapkan pajak karbon, harus didukung dengan kebijakan-kebijakan lain yang bisa mengurangi dampak sosial akibat penerapan pajak karbon tersebut," kata Deden dalam Webinar Pajak Karbon, Menuju Era Inovasi dan Investasi Hijau yang diikuti secara virtual di Jakarta, Senin.

Baca juga: BRIN: Pajak karbon perkuat komitmen Indonesia kurangi emisi GRK

Deden menuturkan salah satu dampak penerapan pajak karbon adalah mendorong kenaikan biaya produksi, sehingga akan menurunkan daya beli masyarakat dan memberikan dampak berbeda bagi golongan miskin dan non-miskin, dimana kelompok miskin akan lebih terdampak.

Ia mengatakan dari sejumlah literatur, beberapa contoh kebijakan pelengkap untuk mendukung efektivitas penerapan kebijakan pajak karbon adalah kebijakan pengurangan tarif atau kenaikan ambang batas penghasilan tidak kena pajak atau melalui bantuan secara langsung kepada masyarakat.

Pajak karbon juga akan mendorong naiknya harga bahan bakar yang bisa menimbulkan peningkatan pengeluaran perusahaan. Dengan demikian, pengusaha akan melakukan efisiensi besar-besaran, termasuk mengurangi tenaga kerja. Oleh karena itu, diperlukan dukungan regulasi yang memadai untuk mengurangi dampak sosial penerapan pajak karbon.

"Efektivitas penerapan pajak karbon di Indonesia perlu didukung dengan kebijakan lain," ujar Deden.

Ia menuturkan penerapan pajak karbon akan memberikan manfaat yang lebih luas dibandingkan dengan perdagangan karbon.

Penerimaan dari pajak karbon dapat digunakan sebagai sumber penerimaan baru bagi negara sebagai modal pembangunan maupun dalam pemulihan ekonomi setelah pandemi COVID-19.

Baca juga: Pajak karbon diharapkan dorong penerapan energi terbarukan

Baca juga: Menkeu: Penerapan pajak karbon mundur karena masih sinkronkan roadmap


"Kalau perdagangan karbon ini relatif, yang menerima manfaat adalah dari dua entitas bisnis yang bertransaksi," ujarnya.

Deden mengusulkan penerimaan pajak karbon diutamakan dimanfaatkan untuk kegiatan mitigasi perubahan iklim, seperti berinvestasi dalam energi terbarukan dengan mendanai proyek pembangkit listrik tenaga angin, hidro, panas bumi , tenaga surya, bionergi, dan biomassa.

Penerimaan pajak karbon juga dapat digunakan untuk mempromosikan proyek penanaman pohon dan reboisasi, mendorong penerapan Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD+), serta meningkatkan peran konservasi.

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022