"Menurut saya, peran ke depan yang sangat strategis yang bisa dilakukan Bawaslu untuk melakukan sekolah kader pengawasan partisipatif adalah mengajak masyarakat untuk bisa membedakan bagaimana dia menjadi demos (pemilih) dan voters (rakyat) agar pemilu kita ke depannya dapat terus menerus menjadi pemilu yang berkualitas," kata Hurriyah dalam webinar pojok pengawasan "Menakar Problematika Pemilu 2024", seperti dipantau melalui kanal YouTube BAWASLU KAB REMBANG di Jakarta, Selasa.
Dia menjelaskan pihak penyelenggara tidak sepatutnya hanya menyosialisasikan kepada masyarakat untuk menjadi pemilih yang menentukan pilihan representasi politik serta pemimpin eksekutif di bilik suara dalam siklus lima tahunan.
Baca juga: Kapolri: Tak boleh ada polarisasi di masyarakat pada Pemilu 2024
Lebih dari itu, lanjutnya, Bawaslu sebagai pihak pengawas pemilu perlu mengedukasi masyarakat bahwa mereka juga memiliki peran sebagai rakyat setelah keluar dari bilik suara; dan peran itu berlaku seumur hidup, yakni mengawasi kekuasaan yang terbentuk sebagai hasil penggunaan hak pilih.
"Yang lebih penting dari itu adalah menjadi rakyat, menjadi demos yang siklusnya itu seumur hidup. Harus dilakukan setelah keluar dari bilik suara dan dia menjadi kewajiban bagi rakyat," jelasnya.
Dengan demikian, tambahnya, penyelenggaraan pemilu benar-benar dapat bermanfaat serta bermakna karena dilaksanakan dalam sistem yang demokratis melalui pelibatan peran pemilih sebagai rakyat.
"Ini yang menurut saya harus diluruskan, edukasi pemilih. Jadi, jangan sampai penyelenggara pemilu itu cuma sosialisasinya, ayo datang ke TPS (tempat pemungutan suara), sukseskan pemilu. Pemilu yang sukses itu, menurut saya, kalau voters tahu bedanya hak dan kewajibannya. Tahu bedanya tugas dia saat menjadi voters dan demos," ujar Hurriyah.
Baca juga: Perludem jelaskan pentingnya payung hukum pemilu terkait DOB Papua
Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022