Peneliti Kode Inisiatif Ihsan Maulana mengatakan perlu revisi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum perlu untuk mengatur kampanye politik di kampus atau tempat pendidikan guna menghindari multitafsir dan mencegah pelanggaran."Solusinya adalah diatur dalam PKPU. Tapi, tantangannya adalah bisa atau sangat mudah digoyang karena bisa diuji materi ke Mahkamah Agung."
"Kalau mau clear (jelas), tidak multitafsir, serta mencegah sengketa dan pelanggaran, dorongannya memang di level undang-undang. Pasal 280 ayat (1) huruf h (UU Pemilu) harus diubah dengan menghapus kata tempat ibadah dan pendidikan. Itu baru membuka ruang (kampanye di kampus)," kata Ihsan kepada ANTARA di Jakarta, Rabu.
Meskipun begitu, menurut dia, kampanye di kampus sulit diterapkan pada Pemilu 2024 karena revisi UU Pemilu sukar dilakukan saat tahapan pemilu telah berjalan, dimana partai politik segera menghadapi tahapan pendaftaran peserta pemilu.
"Kita tahu tahapan pemilu sudah berjalan dan parpol sudah bersiap untuk menghadapi tahapan pemilu. Rasanya, sangat sulit untuk mendorong revisi UU Pemilu dengan menghilangkan frasa itu," tambahnya.
Jika memang ingin menerapkan kampanye di kampus, katanya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus memiliki konsep jelas dalam mengatur pelaksanaan kampanye tersebut. Selanjutnya, konsep itu dituangkan ke dalam peraturan KPU (PKPU).
Baca juga: Anggota DPR nilai kampanye di kampus perlu diatur dalam UU Pemilu
Pengaturan kampanye di lingkungan kampus dapat dilakukan lewat PKPU.
Meskipun dalam Pasal 280 ayat (1) h UU Pemilu menyebutkan pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan; namun pada bagian penjelasan dimuat tiga sarana tersebut dapat digunakan jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye atas undangan dari pihak penanggung jawab ketiga fasilitas tersebut.
Walaupun demikian, katanya, potensi pelanggaran masih bisa terjadi jika kampanye di kampus hanya diatur dalam PKPU.
"Solusinya adalah diatur dalam PKPU. Tapi, tantangannya adalah bisa atau sangat mudah digoyang karena bisa diuji materi ke Mahkamah Agung dengan Pasal 280 UU Pemilu. Apalagi, kalau PKPU membolehkan; tapi perspektif Bawaslu berbeda, itu bisa jadi menjadi temuan pelanggaran," jelasnya.
Oleh karena itu, menurut dia, realisasi wacana pelaksanaan kampanye di kampus perlu dilakukan secara hati-hati agar tidak dinilai melanggar ketentuan dalam UU Pemilu. Apalagi, lanjutnya, konsekuensi sanksi atas pelanggaran itu juga tidak main-main, yaitu peserta pemilu bersangkutan bisa didiskualifikasi.
Pada dasarnya, larangan penggunaan fasilitas tertentu dalam kampanye bertujuan untuk menjaga netralitas Pemerintah, institusi pendidikan, dan tempat ibadah.
Kampanye politik memang sudah sepantasnya dilarang dilakukan di tempat ibadah untuk mencegah kemunculan politik identitas dan politisasi isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Baca juga: Peneliti sarankan KPU siapkan regulasi kampanye di kampus
Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022