Minyak mentah berjangka Brent menguat 10 sen atau 0,1 persen, menjadi diperdagangkan di 96,88 dolar AS per barel pada pukul 06.53 GMT.
Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) terangkat naik 21 sen atau 0,2 persen, menjadi diperdagangkan di 90,87 dolar AS per barel.
Kedua harga acuan tersebut jatuh ke level terlemahnya sejak Februari di sesi sebelumnya setelah data AS menunjukkan stok minyak mentah dan bensin secara tak terduga melonjak pekan lalu, dan karena OPEC+ setuju untuk menaikkan target produksi minyaknya sebesar 100.000 barel per hari (bph), setara dengan sekitar 0,1 persen dari permintaan minyak dunia.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya termasuk Rusia, yang dikenal sebagai OPEC+, sebelumnya telah meningkatkan produksi tetapi telah kesulitan untuk memenuhi target karena sebagian besar anggota telah kehabisan potensi produksi mereka.
"OPEC+ setuju untuk meningkatkan produksi sebesar 100.000 barel per hari pada September, jauh lebih rendah dari produksi bulan-bulan sebelumnya. Pasar energi global masih menghadapi kekurangan pasokan," kata Leon Li, seorang analis di CMC Markets.
Dia menambahkan bahwa harga minyak WTI "kemungkinan akan terombang-ambing" antara 90 dolar AS dan 100 dolar AS per barel.
Sementara Amerika Serikat telah meminta kelompok itu (POEC) untuk meningkatkan produksi, kapasitas cadangan terbatas dan Arab Saudi mungkin enggan untuk meningkatkan produksi dengan mengorbankan Rusia, yang terkena sanksi atas invasi Ukraina yang disebut Moskow sebagai "operasi militer khusus".
Menjelang pertemuan, OPEC+ telah memangkas perkiraannya untuk surplus pasar minyak tahun ini sebesar 200.000 barel per hari (bph) menjadi 800.000 barel per hari, tiga delegasi mengatakan kepada Reuters.
"Sepertinya OPEC+ menolak seruan untuk meningkatkan produksi karena prospek permintaan minyak mentah terus dipangkas. Dunia sedang berjuang melawan krisis energi global yang sedang berlangsung dan tidak akan mendapatkan bantuan dari OPEC+," Edward Moya, analis senior OANDA mengatakan dalam sebuah catatan.
"Pasar minyak akan tetap ketat dalam jangka pendek dan itu berarti kita masih memiliki penurunan terbatas di sini. Harga minyak mentah akan menemukan dukungan kuat di sekitar level 90 dolar AS dan akhirnya akan rebound menuju level 100 dolar AS per barel bahkan ketika perlambatan ekonomi global semakin cepat."
Prospek permintaan minyak tetap diliputi oleh meningkatnya kekhawatiran kemerosotan ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa, tekanan utang di negara-negara berkembang, dan kebijakan nol COVID-19 yang ketat di China, importir minyak terbesar dunia.
Persediaan minyak mentah AS juga naik secara tak terduga minggu lalu karena ekspor turun dan penyulingan memangkas produksi, sementara stok bensin mencatat kenaikan mengejutkan karena permintaan melambat, kata Badan Informasi Energi AS.
Namun demikian, mendukung harga pada Kamis Konsorsium Pipa Kaspia (CPC), yang menghubungkan ladang minyak Kazakh dengan pelabuhan Laut Hitam Rusia Novorossiisk, mengatakan bahwa pasokan turun secara signifikan, tanpa memberikan angka.
Baca juga: Minyak "rebound" di Asia setelah turun karena permintaan AS yang lemah
Baca juga: Minyak jatuh tertekan peningkatan persediaan AS dan keputusan OPEC+
Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2022