Ragam hak digital tersebut meliputi hak untuk mengakses, berekspresi, dan hak untuk merasa aman di dunia digital.
Selain memiliki kebebasan untuk mengakses internet, warganet juga bebas berpendapat melalui beragam konten di media sosial, maupun hak perlindungan atas privasi, kata anggota Relawan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Provinsi Bali Romiza Zildjian dalam webinar ”Indonesia Makin Cakap Digital” untuk komunitas wilayah Bali - Nusa Tenggara, Kamis.
"Hak untuk mengakses ini merupakan ketrampilan teknis dan kewargaan digital, yakni: mengakses sumber informasi yang valid, mengakses perangkat secara legal, dan mengakses program sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan,” jelas Romiza pada diskusi virtual bertajuk ”Menjadi Netizen yang Bijak dalam Bermedia Sosial” itu yang juga diikuti secara nobar oleh komunitas digital di Bali.
Adapun hak untuk berekspresi, lanjut Romiza, merupakan kebebasan berekspresi sebagai hak asasi sesuai dengan Pasal 19 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia Tahun 1948.
"Setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi. Hak ini mencakup kebebasan untuk berpendapat tanpa intervensi dan untuk mencari, menerima, dan berbagi informasi dan ide melalui media apa pun dan tanpa memandang batas negara," jelas Romiza.
Meski begitu, menurut Romiza, kebebasan berekspresi itu bukan berarti tanpa batasan. Kebebasan berekspresi di ruang digital memiliki batas-batas yang sama dengan hak-hak digital.
"Yaitu, tidak boleh melanggar hak dan melukai orang lain, juga tak boleh membahayakan kepentingan publik, negara, dan masyarakat," tegasnya.
Romiza menambahkan, hak untuk merasa aman erat hubungannya dengan keamanan privasi.
Dari perspektif etika digital (digital ethics), Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan SDM Relawan TIK Provinsi Bali Ni Kadek Dwi Febriani menyatakan, pemahaman etika digital menjadi sebuah keniscayaan saat berada di ruang digital.
”Segala aktivitas digital--di ruang digital dan menggunakan media digital--memerlukan etika digital, maupun tata krama dalam menggunakan internet (netiket),” kata Febriani.
Adapun tindakan etis terkait konten negatif, lanjut Febriani, yakni analisis konten negatif, verifikasi konten negatif, tidak perlu mendistribusikan konten negatif, dan produksi konten yang bermanfaat (positif).
Webinar #MakinCakapDigital 2022 yang merupakan bagian dari sosialisasi Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) ini diselenggarakan oleh Kemenkominfo bekerja sama dengan Siberkreasi dan mitra jejaring lainnya.
Sejak diselenggarakan pada 2017, GNLD telah menjangkau 12,6 juta warga masyarakat. Pada tahun 2022, Kominfo menargetkan pemberian pelatihan literasi digital kepada 5,5 juta warga masyarakat.
Baca juga: Kiat kembangkan konten kreatif berbasis potensi lokal
Baca juga: CEO Indodax akui literasi keuangan digital jadi PR industri kripto
Baca juga: Ruang digital sehat tingkatkan produktivitas dan rasa nyaman
Pewarta: Suryanto
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2022