• Beranda
  • Berita
  • Mendengarkan jadi langkah awal pemulihan trauma penyintas Kanjuruhan

Mendengarkan jadi langkah awal pemulihan trauma penyintas Kanjuruhan

6 Oktober 2022 15:34 WIB
Mendengarkan jadi langkah awal pemulihan trauma penyintas Kanjuruhan
Ilustrasi (Pexels)

tidak perlu memaksa orang untuk bercerita

Mendengarkan dan menemani adalah langkah awal untuk membantu pemulihan kondisi mental para penyintas tragedi Kanjuruhan, kata akademisi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Dicky Chresthover Pelupessy.

"Menemani dan menjadi pendengar, namun tidak perlu memaksa orang untuk bercerita peristiwa yang dialami, kecuali jika memang mau menceritakan sendiri tanpa diminta," kata Wakil Dekan Bidang Pendidikan, Penelitian, dan Kemahasiswaan Fakultas Psikologi UI Dicky Chresthover Pelupessy, S.Psi,.M.D.S., Ph.D. kepada ANTARA, Kamis.

Dicky mengatakan seseorang juga bisa membantu dengan memberikan perhatian untuk memastikan kebutuhan fisik dasar penyintas terpenuhi, misalnya dengan membawakan makanan atau minuman favoritnya. Perhatian-perhatian yang diberikan orang terdekat pada dasarnya bertujuan untuk membuat penyintas tidak merasa sendirian.

Dicky menjelaskan pendampingan dari orang punya keterampilan konseling juga bisa diberikan bagi penyintas yang perilakunya jadi berubah setelah kejadian. Perubahan perilaku yang dimaksud contohnya adalah lebih banyak diam, murung dan menarik diri setelah peristiwa.

Durasi pendampingan tergantung dari tingkat perubahan perilaku yang terjadi, imbuh dia.

"Yang perlu diingat adalah pada hari-hari ini, baru beberapa hari setelah peristiwa, reaksi-reaksi perilaku dan psikologis yang tampil dinilai normal. Reaksi normal terhadap peristiwa yang abnormal," katanya.

Bila penyintas tetap berperilaku seperti biasa dan tidak ada perubahan, orang terdekat bisa membantu dengan siap menjadi teman bicara saat diperlukan, ujar dia.

Dicky menjelaskan trauma psikologis penyintas dapat hilang, sebab trauma pada dasarnya adalah luka yang dapat pulih. Namun, ingatan terhadap luka bisa saja tidak hilang.

"Namun, mengingat atau kembali teringat selama tidak menimbulkan reaksi berlebihan dan tidak mengganggu fungsi keseharian adalah hal yang wajar," jelas dia.

Menurut dia, tidak perlu terlalu khawatir apalagi terhadap mereka yang tidak atau tidak terlalu menunjukkan reaksi psikologis dan perubahan perilaku signifikan.

"Saat ini, yang dibutuhkan adalah adanya dukungan dari orang-orang dekat sebagai keluarga, sahabat, teman, tetangga, dan sebagainya," katanya.

Baca juga: Presiden IPU sampaikan belasungkawa atas Tragedi Kanjuruhan

Baca juga: FIFA beri pendampingan perbaikan sistem sepak bola Indonesia

Baca juga: Psikolog: Orangtua perlu selaraskan pola asuh dengan tantangan digital


 

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2022