Dengan 107 suara dukungan, Majelis Umum PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) yang terdiri atas 193 negara anggota itu memutuskan bahwa mereka akan menggelar pemungutan suara secara terbuka --tidak rahasia-- menyangkut sebuah rancangan resolusi.
Rancangan itu berisi pengutukan atas "apa yang disebut referendum ilegal" dan "upaya pencaplokan ilegal" oleh Rusia.
Sejumlah diplomat mengatakan pemungutan suara tentang resolusi tersebut kemungkinan akan digelar pada Rabu (12/10).
Pada Senin, hanya 13 negara yang menentang pengadaan pemungutan suara publik tentang rancangan resolusi tersebut, sementara 39 negara lainnya memilih abstain dan negara anggota sisanya tidak memilih.
Rusia berpendapat bahwa pemungutan suara secara rahasia diperlukan karena lobi Barat "dapat menyulitkan negara-negara anggota yang terlibat dalam pemungutan suara untuk menunjukkan keberpihakan secara terbuka."
Moskow berusaha mencaplok empat wilayah yang sebagian mereka kuasai di Ukraina --Donetsk, Luhansk, Kherson, dan Zaporizhzhia-- setelah menggelar apa yang mereka sebut sebagai referendum.
Rancangan resolusi yang akan dibawa ke pemungutan suara tersebut menyerukan kepada negara-negara anggota untuk tidak mengakui langkah Rusia serta menegaskan kembali kedaulatan dan integritas wilayah Ukraina.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken pada Senin mendesak masyarakat internasional mengakui secara jelas bahwa aksi Presiden Rusia Vladimir Putin "sama sekali tidak dapat diterima."
"Sekarang saatnya untuk berbicara mendukung Ukraina; ini bukan waktunya untuk memilih abstain, berbasa-basi, berdalih tetap netral. Prinsip-prinsip utama Piagam PBB menghadapi risiko," kata Blinken melalui pernyataan.
Rusia pada September memveto resolusi serupa di Dewan Keamanan PBB, yang terdiri dari 15 anggota.
Moskow berusaha mengurangi isolasi internasional setelah hampir tiga perempat anggota Majelis Umum menegur Rusia dan meminta Moskow untuk menarik pasukan dalam waktu sepekan setelah invasi mereka ke Ukraina pada 24 Februari.
Langkah-langkah yang dilakukan di PBB mencerminkan apa yang terjadi pada 2014 setelah Rusia mencaplok wilayah Ukraina, Krimea.
Saat itu di Dewan Keamanan PBB, Rusia memveto rancangan resolusi yang berisi penentangan terhadap referendum tentang status Krimea serta desakan pada negara-negara anggota untuk tidak mengakui hasilnya.
Majelis Umum kemudian mengadopsi resolusi itu, yang menyatakan bahwa referendum di Krimea tidak valid.
Posisi Majelis Umum itu mendapat 100 suara mendukung, dan 11 suara menentang. Sebanyak 58 negara anggota abstain formal, sementara 24 negara lainnya tidak ambil bagian dalam pemungutan suara.
Sumber: Reuters
Baca juga: Putin umumkan pencaplokan empat wilayah Ukraina
Baca juga: PBB: Pencaplokan wilayah Ukraina akan jadi "eskalasi berbahaya"
Gardu listrik dan gudang amunisi Rusia meledak di Krimea
Pewarta: Katriana
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2022