Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek RI Hilmar Farid mengatakan bahwa pengoptimalan pemanfaatan teknologi digital dapat menjadi salah satu upaya untuk menjaga minat anak muda terhadap kebudayaan Tanah Air.
“Kita tidak kekurangan orang pintar, kita tidak kekurangan orang yang punya kemampuan seni budaya, kita sekarang perlu suatu ekosistem yang sehat yang menggunakan teknologi digital seoptimal mungkin untuk tujuan bersama,” katanya dalam diskusi daring yang ditayangkan RRI secara daring, Kamis.
Hilmar menilai tantangan terbesar yang harus dihadapi terkait penanaman nilai-nilai budaya Indonesia adalah teknologi yang tidak dipimpin dengan kepentingan nasional. Menurutnya persepsi anak muda tidak tertarik terhadap sejarah dan kebudayaan Indonesia tidak sepenuhnya benar, hanya saja forum atau wadah untuk menumbuhkan rasa ketertarikan tersebut belum optimal.
“Tantangan terbesar kita dalam membangun ekosistem yang bisa menjalankan itu semua butuh tubuh partisipasi semua pihak. Hal yang bisa dioptimalkan pemerintah adalah memfasilitasi semua proses ini terjadi,” ujarnya.
Ia menuturkan bahwa pemerintah tidak bisa sepenuhnya mengatur anak muda lewat Peraturan Menteri atau sejenisnya untuk memahami nilai kebudayaan karena justru akan mematikan kreativitas. Namun, di sisi lain, Pemerintah juga tidak bisa sepenuhnya membiarkan kebudayaan tumbuh dengan sendiri karena harus tetap dioptimalkan dengan dukungan dari Pemerintah.
“Kuncinya inklusi, kita harus membuat mereka memiliki rasa belonging, membuat dia merasa menjadi bagian dari sesuatu. Itu lebih fundamental dari skill yang dimilikinya untuk berpartisipasi,munculnya rasa memiliki atau bagian dari sesuatu itu yang lebih besar” tuturnya.
Selain itu, ia juga menilai kurangnya minat anak muda terhadap kebudayaan Nasional dikarenakan seni telah direduksi sedemikian rupa menjadi hiburan yang tampil di depan layar. Sehingga ketika kebudayaan Indonesia harus bersaing dengan kebudayaan dengan kebudayaan dari negara lain yang berinvestasi secara besar-besaran untuk mempromosikan kebudayaannya, maka kebudayaan Indonesia akan kalah pamor.
“Sementara kesenian bagian dari ritual dan laku hidup. Ketika dia kemudian dipisahkan, dipertontonkan hanya dilihat kulitnya saja, mungkin kita susah bersaing dengan mereka yang punya investasi luar biasa besar sebutlah Korea, Amerika dan seterusnya,” jelasnya.
Oleh karena itu, lanjutnya, semua pihak terkait harus bisa menggunakan teknologi digital seoptimal mungkin untuk tetap menjaga hubungan sosial yang merupakan syarat bagi tumbuhnya kebudayaan dan kesenian.
“Bagaimana caranya memastikan ekspresi budaya, ekspresi seni, tetap mendapat tempat tanpa mengurangi nilai yang berkembang di dalam masyarakat. Bukan di angkat kemudian memindahkan ekspresi-ekspresi budaya itu ke layar hanya untuk dijual jadi komoditi,” kata Hilmar.
Baca juga: Ditjen Pendidikan Vokasi tampilkan 60 busana dalam JMFW 2023
Baca juga: Kemendikbudristek buka Pendidikan Guru Penggerak angkatan tujuh
Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2022