"Dugaan kami, karena ini mulai terjadi (peningkatan, red.), mungkin paling lambat dalam 1,5 bulan puncaknya kita capai. Saya rasa di Desember 2022 atau paling lambat Januari 2023 puncaknya bisa kita lihat," kata dia dalam Rapat Kerja Kemenkes bersama Komisi IX DPR RI yang diikuti dalam jaringan di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan subvarian terbaru Omicron penyebab kenaikan gelombang COVID-19 di dunia saat ini adalah BA.2.75 yang terbanyak terjadi di India, XBB paling banyak di Singapura, dan BQ.1 yang dominan di Eropa dan Amerika Serikat.
"Contohnya, subvarian XBB sempat membawa kasus per hari sampai 8.500 di Singapura. Sebagai perbandingan di Indonesia sekarang, sekitar 5.000an kasus," katanya.
Baca juga: Juru bicara: Galakkan lagi tes COVID-19 cegah sub varian XBB meluas
Subvarian XBB yang diamati di Singapura, kata Budi, memiliki ciri peningkatan kasus yang cepat, tapi tren penurunan angka kasusnya cepat bila dibandingkan dengan subvarian Omicron lainnya.
"Sekarang Singapura sudah turun kembali kasusnya di bawah 4.000-an dan puncaknya lebih rendah dari BA.4 dan BA.5," katanya.
Ciri selanjutnya dari XBB, kata dia, puncak kasus diperkirakan mendekati situasi subvarian BA.4 dan BA.5, tetapi di bawah situasi puncak BA.1 atau BA.2.
Dominasi kasus subvarian Omicron BA.1 dan BA.2 terjadi di Indonesia pada Januari dan Februari 2022, sedangkan BA.4 dan BA.5 terjadi pada Juli dan Agustus 2022.
"Jadi memang siklusnya terjadi setiap enam bulanan sekali. XBB ini mirip dengan BA.4 dan BA.5 tapi di bawah BA.1 dan BA.2," ujarnya.
Baca juga: Kemenkes: Vaksin penguat penting di tengah kenaikan kasus COVID-19
Baca juga: Luhut: Puncak gelombang varian baru COVID-19 dua bulan ke depan
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2022