Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha mengungkapkan perlu kerja sama internasional untuk mempercepat pencapaian target nol emisi karbon (net zero emission/NZE) Indonesia pada 2060 atau lebih cepat.Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk turut aktif mengurangi emisi karbon guna menekan laju pemanasan global sesuai dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) dan Long-term Strategies for Low Carbon dan Climate Resilience (LTS LCCR),....
Menurut keterangan yang dikutip di Jakarta, Senin, pendapat tersebut disampaikan Satya Yudha saat menjadi narasumber dalam forum Russian Gas 2022-Pivot to the East, yang diselenggarakan The Union of Oil and Gas Organizations "Russian Gas Society", di Moskow, Kutuzovsky Prospekt, Rusia, Jumat (16/12/2022).
Dalam forum tersebut, Satya menjelaskan Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk turut aktif mengurangi emisi karbon guna menekan laju pemanasan global sesuai dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) dan Long-term Strategies for Low Carbon dan Climate Resilience (LTS LCCR), yang berisi tahapan bagi pemerintah untuk mengurangi emisi karbon menuju target NZE di 2060. "Untuk mempercepat diperlukan kerja sama internasional," ujarnya.
Baca juga: Satya Yudha: Kebijakan Energi Nasional disinkronkan dengan target NZE
Turut hadir dalam forum tersebut Prof Kontorovich Aleksey Emilivich, Academic of Russian Academy of Science; Chan Hanuya, Ambassador of Chinese People Republic to Russian Federation; Pavel Zavalny, President of Russian Gas Society & Chairman of State Duma’s Energy Committee; Pavel Sorokin, Deputy Minister of Russian Ministry of Energy; dan Kazem Jalali, Ambassador of Congo to Russian Federation.
Satya mengatakan sektor energi merupakan penyumbang emisi terbesar, sehingga tahapan menuju NZE tersebut menuntut pengurangan konsumsi energi fosil, khususnya bahan bakar minyak (BBM) dan batu bara secara masif dan berkelanjutan.
Menurut dia, Pemerintah RI telah menyiapkan program strategis untuk mendorong percepatan transisi energi di Indonesia. "Beberapa program yang dicanangkan untuk mengurangi konsumsi BBM, yaitu melalui program kendaraan bermotor listrik dan pengembangan biodiesel," kata Satya.
Pemerintah Indonesia juga terus berupaya membangun infrastruktur penunjang kendaraan listrik baik SPKLU dan SPBKLU, serta memberikan insentif perpajakan untuk meningkatkan nilai keekonomian pengembangan kendaraan listrik dalam negeri dan meningkatkan minat masyarakat beralih memakai kendaraan listrik.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI periode 2014-2018 ini juga menjelaskan potensi penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) di industri migas dapat dilakukan pada kegiatan produksi dari hulu hingga ke hilir.
"Pengurangan emisi di sektor hulu (upstream) dapat dikontribusikan melalui kegiatan extraction dan drilling, serta flaring melalui efisiensi energi elektrifikasi, penggunaan CCUS, dan pengurangan gas suar," ujarnya.
Baca juga: DEN: BBM dan LPG berada dalam kondisi riskan karena masih impor
Pada sektor midstream, menurut dia, pengurangan emisi CO2 dapat dikontribusikan pada kegiatan crude transports melalui elektrifikasi transportasi pipelines dan change fuel ke bahan bakar nabati di transportasi kapal.
Pada sektor hilir (downstream), pengurangan emisi GRK dapat dikontribusikan dari kegiatan refinery heat dan power systems, serta produksi hidrogen melalui efisiensi energi, change fuel biogas/hidrogen, dan penggunaan CCUS.
Selain itu, dalam forum internasional tersebut, Satya juga menyampaikan tentang tren yang diperkirakan akan terjadi di masa depan, dengan memanfaatkan momentum keamanan energi untuk akuisisi sumber daya gas alam dan infrastruktur yang memadai.
"Percepatan transisi energi mendorong investasi dalam usaha bersama, mengomersialisasikan teknologi energi baru yang bersih seperti CCUS dan hidrogen," ujarnya.
Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2022