Menurut Arsjad, kebijakan pelarangan ekspor bijih bauksit guna mendukung industri pengolahan dan pemurnian dalam negeri ini sudah sesuai amanat UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba.
"Kalau kita hanya mengekspor bahan mentah ya kita sebetulnya dirugikan. Itu hak kita sebagai suatu bangsa untuk mempunyai nilai tambah. Jadi memang langkah ini dilakukan hasil evaluasi oleh pemerintah atas skema yang sebelumnya dan juga untuk mendorong industrialisasi dalam negeri," katanya dalam keterangan di Jakarta, Selasa.
Namun, Arsjad menegaskan bahwa kebijakan pelarangan ekspor biji akan semakin terakselerasi jika didukung oleh peta jalan hilirisasi yang jelas, bukan sekadar membangun smelter sebanyak-banyaknya tanpa punya arah dan tujuan.
Saat ini, smelter atau pabrik pengolahan dan pemurnian bijih bauksit terdapat di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara, Halmahera Timur dan Halmahera Selatan, Galang Batang Pulau Bintan, dan Kalimantan Barat.
Di sisi lain, Arsjad melihat upaya pemerintah dalam hilirisasi industri ini mendorong peningkatan dalam pengolahan SDA lain dalam negeri.
Baca juga: Menperin: Hilirisasi industri kunci kemajuan ekonomi nasional
"Ini bukan hanya terbatas di nikel dan bauksit tapi termasuk di timah, tembaga dan khususnya emas juga. Kita harus memanfaatkan kekayaan SDA kita untuk diolah sebaik
mungkin dan menghasilkan nilai tambah yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia," katanya.
Arsjad pun berharap hilirisasi bauksit akan berjalan seperti nikel yang terintegrasi dari hulu ke hilir hingga benar-benar menghasilkan nilai tambah yang tinggi dan bukan sekadar barang setengah jadi.
Ia meyakini hilirisasi ini akan dapat mengakselerasi pengolahan bauksit itu sampai menjadi produk aluminium ingot pada 2025. Ini akan memberikan dampak bagi perekonomian nasional melalui hilirisasi bauksit, industri ringan, dan logistik modern yang ramah lingkungan.
"Aluminium ingot sangat diperlukan industri dalam negeri, seperti pelat, billet, scrap, dan bentuk profil yang diperlukan dalam proses di industri seperti pesawat terbang, kapal, otomotif, dan konstruksi," ujar Arsjad.
Dalam beberapa tahun ke depan, diharapkan seluruhnya bisa diisi dari industri aluminium dalam negeri. Dengan cadangan bauksit yang ada, Indonesia punya potensi memenuhi kebutuhan aluminium sampai beberapa puluh tahun ke depan.
Baca juga: Tarik investasi swasta dan hilirisasi, KPPIP tetapkan 10 PSN baru
Baca juga: Bahlil tegaskan pemerintah terus fokus hilirisasi tambang dan pangan
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2022