"Dalam pemenuhan gizi masyarakat, tentunya harus berkolaborasi dengan lintas sektor terkhusus Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan. Untuk ketahanan pangan, ada bantuan dari pemerintah dan partisipasi lintas sektor, yang jelas semua harus berpartisipasi," urai Rosmini di Makassar, Sabtu.
Menurut dia, stunting sangat berhubungan dengan asupan gizi. Jika asupan gizi baik maka pertumbuhan dan perkembangan seorang anak akan menjadi normal, begitu pula sebaliknya.
Dalam hal pemenuhan asupan gizi, ujar Rosmini, bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya ketersediaan pangan, tingkat pendidikan atau pengetahuan, hingga sikap ketidakpedulian masyarakat.
"Mungkin karena dia sakit jadi gizinya kurang, atau karena dia tidak mampu (prasejahtera) maka gizinya kurang, atau dia tidak mau memperbaiki asupan gizi karena dia belum mengerti," katanya.
Baca juga: Kepala BKKBN Sulsel: Tingkatkan inovasi-kolaborasi turunkan stunting
Menurut dia, prevalensi stunting di Provinsi Sulawesi Selatan mencapai 27,4 persen, yang berada di atas rata-rata nasional.
Berdasarkan Peraturan Presiden RI Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, sasaran percepatan penurunan stunting meliputi balita, ibu hamil, remaja puteri, dan calon pengantin, karena stunting sangat erat kaitannya dengan kejadian anemia pada ibu hamil dan remaja putri.
"Melaksanakan aksi konvergensi secara spesifik dan sensitif menjadi salah satu upaya pencegahan stunting, dengan memberdayakan berbagai pihak. Oleh karena itu, aksi Stop Stunting juga akan terus berlanjut pada 2023," katanya.
Sementara pada upaya lainnya, Dinkes Sulsel terus memastikan pemantauan penimbangan setiap bulan pada anak-anak melalui posyandu.
"Pemantauan lebih ketat lagi, dan sekarang sudah ada orang tua asuh, yang jelas pemanfaatan posyandu, penimbangan setiap bulan sangat penting untuk menekan stunting," katanya.
Baca juga: Pemprov-BKKBN kompak ajak camat se-Sulsel atasi stunting
Beberapa kabupaten di Sulsel, kata Rosmini, membuat program orang tua asuh bagi anak-anak stunting yang sangat bermanfaat untuk percepatan penurunan stunting.
Rosmini menyebut upaya pemenuhan gizi hingga ke tingkat desa tidak ada hambatan, namun terpenting adalah komitmen orang tua, khususnya ibu dalam pemenuhan gizi anak.
"Dibutuhkan inovasi untuk perbaikan gizi dan pencegahan stunting, contohnya daun kelor. Satu piring daun kelor sama dengan 14 gelas susu," kata dia.
Selain itu, pemberian tablet tambah darah kepada sejumlah sasaran seperti anak sekolah remaja, calon pengantin, dan ibu hamil juga menjadi upaya pencegahan stunting atau mencegah anak stunting baru.
Baca juga: BKKBN Sulsel dan wabup se-Sulsel rapat evaluasi penurunan stunting
"Oleh karena itu, semua sektor harus berkolaborasi untuk hidup yang lebih baik dalam melahirkan Generasi Emas 2045," kata Rosmini.
Pewarta: Nur Suhra Wardyah
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2023