• Beranda
  • Berita
  • Studi sebut 1 miliar konsumen potensi ciptakan perdagangan digital

Studi sebut 1 miliar konsumen potensi ciptakan perdagangan digital

11 Mei 2023 16:36 WIB
Studi sebut 1 miliar konsumen potensi ciptakan perdagangan digital
Warga mengakses aplikasi belanja daring di Jakarta, Sabtu (10/9/2022). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/rwa.
Studi perdagangan global dari Accenture menyatakan terdapat potensi 1 miliar konsumen digital native dari generasi baru di delapan negara, termasuk Indonesia, selama satu dekade ke depan untuk penciptaan peluang pertumbuhan perdagangan digital.

Salah satu temuan yang relevan bagi Indonesia adalah tujuh dari sepuluh konsumen digital Indonesia (67,6 persen) lebih memilih berbelanja di aplikasi media sosial daripada platform lainnya atau jumlah yang lebih tinggi dibandingkan konsumen dari negara lain.

"Saat ini, para perusahaan baik yang beroperasi di negara-negara tersebut perlu menyadari bahwa konsumen digital baru ini akan semakin relevan. Begitu juga bagi para perusahaan multinasional yang ingin mengembangkan bisnis mereka dan menyeimbangkan portofolio global mereka," kata Global Commerce Lead, Accenture Song Fabio Vacirca dalam pernyataan di Jakarta, Kamis.

Laporan bertajuk The Next Billion Consumers: A Fast- Growing Opportunity for Digital Commerce memastikan generasi konsumen digital akan menghadirkan peluang besar bagi banyak perusahaan global seiring dengan potensi perdagangan digital yang mampu mengatasi hambatan-hambatan tradisional.

Baca juga: Potensi ekonomi digital Indonesia 2025 mencapai 146 miliar dolar AS

Namun, studi yang sama juga menemukan bahwa meskipun pendapatan perdagangan digital meningkat empat kali lipat sejak 2017 menjadi 211 miliar dolar AS (Rp3.103 triliun) pada 2022, termasuk pertumbuhan yang mencapai hampir tiga kali lipat di Indonesia, sebagian besar perusahaan multinasional tidak siap untuk melayani para konsumen digital.

"Perusahaan juga perlu menyadari bahwa strategi yang didasarkan pada model konsumerisme barat, evolusi perlahan dari model perdagangan tradisional ke model perdagangan digital yang terjadi selama beberapa dekade, tidak akan berhasil untuk konsumen baru ini," ujarnya.

Ia pun memastikan berbagai perusahaan tersebut harus langsung mengutamakan pendekatan digital dan meninggalkan pendekatan yang lama dan kuno kepada konsumen digital yang rata-rata mencakup tiga generasi yaitu generasi alfa, generasi Z dan generasi milenial.

Laporan juga menyebutkan sebanyak 78 persen masyarakat Indonesia dan 65 persen konsumen baru lebih memilih menggunakan metode pembayaran daring. Kemudian "likes dan "komentar baik" di media sosial ikut memmengaruhi keputusan pembelian 86 persen online konsumen Indonesia dan 76 persen konsumen baru.

Baca juga: Kemendag gandeng Google tingkatkan perdagangan digital

Sebanyak 91,2 persen konsumen yang disurvei di Indonesia juga menggunakan kanal online seperti mesin pencari, platform jejaring sosial dan video untuk meneliti produk atau layanan sebelum membeli. Jumlah ini 10 persen lebih tinggi jika dibandingkan konsumen digital dari negara lain (80 persen).

Ia pun memastikan potensi perubahan situasi perdagangan tersebut serupa dengan pergeseran yang dialami industri telekomunikasi ketika konsumen beralih dari telepon rumah ke seluler atau serupa dengan perpindahan dari bioskop ke layanan streaming.

"Perusahaan yang pertama menyadari fenomena ini dan segera bertindak akan paham bahwa mereka perlu melakukan transformasi digital dan menemukan kembali model perdagangan mereka untuk memenuhi kebutuhan konsumen di masa depan," ujar Vacirca.

Baca juga: Mendag nilai transformasi digital penting diadopsi pelaku bisnis

Commerce Lead, Southeast Asia, Accenture Song Zain Suharwardy menambahkan saat ini terdapat generasi baru konsumen yang menguasai dunia digital di Indonesia, dengan sembilan dari 10 pengguna internet telah membeli produk dan layanan daring, menghadirkan peluang bisnis yang signifikan dan belum dimanfaatkan.

Berbagai alasan dari perusahaan belum memanfaatkan peluang dari potensi generasi digital tersebut adalah kesulitan operasional dan ekspektasi konsumen yang tinggi.

"Untuk penetrasi ke target market ini secara efektif banyak perusahaan harus membangun kekuatan digital mereka, baik dalam bentuk pengelolaan talenta yang tepat dan aset yang tepat, yang pada akhirnya akan memberikan penawaran dan pengalaman perdagangan digital yang berbeda dan lebih relevan," ujarnya.

Baca juga: Pedagang pasar rakyat di Gunungkidul didorong transformasi digital

Pewarta: Satyagraha
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2023