"Setiap empat hingga lima jam, mereka harus ganti pembalut tapi karena fasilitas sanitasi di sekolah tidak memadai, mereka tidak ganti pembalut," kata Wash Specialist UNICEF Indonesia Muhammad Zainal dalam acara bertajuk #WeAreCommited to "Reproductive Health for every Child", di Jakarta, Senin.
Muhammad Zainal menambahkan para siswi tersebut enggan menggunakan toilet di sekolah untuk mengganti pembalut karena merasa tidak nyaman.
Padahal, perilaku jarang mengganti pembalut berisiko menimbulkan iritasi pada kulit, penyakit kulit, bahkan dapat berpengaruh terhadap terjadinya kanker serviks.
Muhammad Zainal mengatakan toilet yang layak memiliki beberapa syarat, diantaranya dipisahkan antara toilet laki-laki dan toilet perempuan, terdapat cermin di dalam toilet, toilet memiliki kunci, dilengkapi air dan sabun, serta memiliki tempat sampah tertutup.
"Toilet harus dipisah (laki dan perempuan), toilet-nya harus ada cermin di dalam, bisa dikunci dari dalam, pastikan tidak ada yang bocor, ada air, ada sabun, dan ada tempat sampah tertutup," katanya.
Pihaknya menuturkan toilet yang tidak memenuhi syarat kelayakan banyak terdapat di sekolah-sekolah yang berada di wilayah timur Indonesia.
"Di NTT, NTB, Papua banyak kita temukan (toilet sekolah tidak memadai). Kalau di Pulau Jawa masih ada di desa-desa yang toilet sekolahnya tidak layak," kata Muhammad Zainal.
Baca juga: UNICEF Indonesia: Satu dari tujuh siswi tidak masuk sekolah saat haid
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2023