Luhut menjelaskan pesan itu harus disuarakan oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia terutama saat menghadapi berbagai tekanan dari blok-blok dagang yang dikuasai oleh negara-negara maju.
“Kami tidak menentang negara-negara maju, tetapi negara-negara berkembang punya hak untuk menjadi negara berpendapatan tinggi. Itu pesan penting yang harus disuarakan,” kata Luhut saat memberikan pidato pada Jakarta Geopolitical Forum Ke-7 2023 di Jakarta, Rabu.
Dia menjelaskan negara-negara berkembang banyak yang memiliki sumber daya alam mineral melimpah. Dengan demikian, hilirisasi sumber daya alam pun menjadi salah satu cara bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, untuk meningkatkan pendapatan sekaligus pertumbuhan ekonominya demi “naik kelas” dari negara berpendapatan menengah (middle-income country) ke negara berpendapatan tinggi (high-income country) atau negara maju.
“Indonesia banyak mendapatkan manfaat dari hilirisasi industri dengan memanfaatkan satu item (mineral) yaitu nickel ore (bijih nikel). Dari nickel ore (menjadi bahan) untuk membuat baterai, kemudian dari iron steel jika diurai lagi ke bawah ada banyak yang dapat diolah, dan itu membuka banyak pekerjaan, mencetak banyak usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), dan menciptakan banyak hal,” kata Menko Marves RI.
Oleh karena itu, dia mempertanyakan keputusan dari Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang menentang kebijakan Indonesia melarang ekspor bahan-bahan mentahnya, termasuk nickel ore, ke luar negeri.
“Mengapa kami tidak diperbolehkan untuk mengolah sendiri mineral-mineral kami? Mengapa kami harus mengekspor itu? Mengapa WTO memaksa kami mengekspor mineral kami?” kata Luhut.
Dalam pidatonya, Luhut pun mengingatkan negara-negara berkembang, terutama anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), untuk memperkuat kerja sama demi menghadapi tekanan-tekanan tersebut.
“Selama kita (negara-negara di kawasan) bekerja sama, kita dapat berkolaborasi antarsesama anggota ASEAN. Ada banyak hal yang dapat kita lakukan di kawasan ini,” kata Luhut.
Indonesia resmi melarang ekspor bijih nikel sejak 2 Januari 2020 sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Terkait kebijakan itu, Indonesia digugat oleh Uni Eropa ke WTO. Badan Penyelesaian Sengketa WTO pada Oktober 2022 mengabulkan gugatan Uni Eropa dan memutuskan Indonesia melanggar aturan-aturan dagang WTO.
Presiden RI Joko Widodo sebulan setelah WTO mengabulkan gugatan EU menyampaikan Indonesia mengajukan banding.
Jokowi menegaskan Indonesia tak akan menyetop kebijakan hilirisasi terhadap nikel dan kekayaan alam lainnya. Bahkan, setelah larangan ekspor bahan mentah nikel yang diterapkan sejak 2020, Pemerintah lanjut melarang ekspor bahan mentah bauksit.
"Setelah itu, bahan-bahan yang lainnya, termasuk urusan yang kecil-kecil, termasuk kopi. Usahakan jangan sampai diekspor dalam bentuk bahan mentah," kata Presiden Jokowi saat menghadiri Rapat Koordinasi Nasional Investasi di Jakarta, tahun lalu (30/11).
Baca juga: Kemenko Marves sudah terima hasil audit BPKP terkait impor KRL bekas
Baca juga: Wapres China bertemu Menko Marves Indonesia
Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2023