Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan bahwa gangguan mental (emotional disorder) yang dialami oleh ibu hamil dan ibu pasca-persalinan dapat meningkatkan potensi bayi yang dilahirkan terkena stunting.
“Penyebab stunting tidak hanya oleh faktor fisik semata, namun juga karena gangguan mental yang menyebabkan ketidakbahagiaan seorang ibu dalam mengasuh bayinya. Kondisi stress postpartum dan baby blues seorang ibu menyebabkan depresi panjang yang berpengaruh terhadap bayinya,” kata Ketua Komunitas Wanita Indonesia Keren, Maria Stefani Ekowati dalam keterangan resmi BKKBN di Jakarta, Senin.
Dalam Rapat Pakar Formulasi Model Promosi Nutrisi dan Kesehatan Mental pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan Berbasis Posyandu dan Pendamping Keluarga di Jakarta Timur, Sabtu (17/6), Maria menuturkan gangguan kesehatan mental pada orang tua berdampak pada tumbuh kembang anak, terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK).
Baca juga: Kata psikolog agar ibu tak alami gangguan mental usai melahirkan
Berdasarkan sebuah penelitian skala nasional yang ia paparkan, sebanyak 50 hingga 70 persen ibu di Indonesia mengalami gejala minimal-gejala sedang baby blues. Hal ini merupakan angka tertinggi ketiga di kawasan Asia.
“Penelitian HCC di Pekan ASI se-Dunia tahun 2022 membuktikan enam dari 10 ibu menyusui di Indonesia tidak bahagia. Anak yang terlahir dari ibu dengan stress postpartum, diketahui sebanyak 26 persen mengalami stunting,” kata Maria.
Ia membeberkan dari penelitian yang dilakukan oleh Andriati pada 2020, sebesar 32 persen ibu hamil mengalami depresi dan 27 persen depresi postpartum. Demikian juga penelitian di Lampung, sebanyak 25 persen mengalami gangguan depresi setelah melahirkan.
“Itu sebabnya kami meyakini perlu adanya model promosi kesehatan mental di komunitas dan secara strategis model ini diimplementasikan di tingkat Posyandu dan Tim Pendamping Keluarga,” kata Maria.
Menanggapi hal tersebut, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menyampaikan bahwa dalam upaya percepatan penurunan stunting, BKKBN memiliki tugas utama untuk mengubah pola perilaku masyarakat. Sebab, hal tersebut merupakan tantangan tersulit yang harus dihadapi pemerintah dalam melindungi anak dari stunting.
Baca juga: Pentingnya beri dukungan untuk ibu hamil
Baca juga: Psikiater sebut "baby blues" yang tak tertangani bisa sebabkan depresi
Menurutnya, perilaku reproduksi dalam keluarga masih bisa dibilang minim. Dikarenakan banyak keluarga yang baru menikah tidak paham pentingnya merencanakan kehamilan ataupun cara menjaga kesehatan reproduksi.
Salah satunya adalah pentingnya menjaga jarak antar-kelahiran (birth to birth interval) dalam keluarga, yang bisa membantu ibu beristirahat baik secara fisik maupun mental, serta memaksimalkan pemberian pola asuh yang baik kepada anak-anaknya.
“Saya kira kemampuan keluarga baru untuk hidup berkeluarga yang sehat masih minim dan itu tantangan. Kemampuan mereka masih sebatas mengadakan pesta atau beli make up. Jadi, bukan bagaimana hamil sehat, bukan bagaimana menyiapkan kehamilan yang baik,” katanya
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2023