Jadi kami atas nama keluarga korban sangat-sangat menerima penyelesaian dalam bentuk non-yudisial untuk sementara ini
Sejumlah korban dan keluarga korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat menyambut baik program penyelesaian non-yudisial kasus pelanggaran HAM berat yang telah diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Pidie, Aceh, Selasa.
Anggota keluarga korban peristiwa pelanggaran HAM berat di Jambo Keupok, Aceh yang terjadi pada 17 Mei 2003 lalu, Saburan, mengungkapkan rasa terima kasih atas upaya pemerintah dalam penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat kepada keluarga korban.
"Saya mewakili seluruh ahli waris keluarga korban Jambo Keupok sangat-sangat mengucapkan terima kasih kepada Pak Jokowi, Pak Presiden yang telah mengakui kasus yang kami alami itu sebagai pelanggaran HAM berat, yang kemudian, sebagaimana Bapak Jokowi menyelesaikan dengan cara non-yudisial," kata Saburan sebagaimana keterangan Biro Pers Sekretariat Presiden diterima di Jakarta.
Saburan mengatakan keluarga korban sangat menerima penyelesaian pelanggaran HAM berat dalam bentuk non-yudisial.
Baca juga: Jokowi: Luka pelanggaran HAM berat masa lalu harus segera dipulihkan
Baca juga: Jokowi tawari dua eksil korban Peristiwa 1965-1966 kembali jadi WNI
"Jadi kami atas nama keluarga korban sangat-sangat menerima penyelesaian dalam bentuk non-yudisial untuk sementara ini," kata dia.
Saburan berharap agar program yang dilakukan pemerintah dalam penyelesaian non-yudisial tersebut, dapat tepat sasaran dan diterima langsung oleh korban atau keluarga korban pelanggaran HAM berat.
"Kami sangat mengharapkan kepada pemerintah supaya lebih serius dalam pemberian santunan kepada keluarga korban dan juga serius dan teliti dalam pendataan," tuturnya.
Sementara itu, Samsul Bahri, yang merupakan korban peristiwa Simpang KKA, Aceh Utara, berharap agar pemerintah juga terus mengupayakan penyelesaian yudisial, di samping melakukan penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat.
"Jadi yang kami harapkan bahwa dalam pemenuhan ini kami mengharapkan pemerintah secepatnya membuat pengadilan-pengadilan HAM, yang yudisial, bukan dengan non-yudisial saja. Harapan kami pemerintah betul-betul memperhatikan korban," ujar Samsul.
Baca juga: Mahfud sebut tiga alasan Aceh lokasi peluncuran penyelesaian HAM berat
Selain itu, Fauzinur Hamzah yang merupakan keluarga korban peristiwa pelanggaran HAM di Rumah Geudong pada tahun 1998 lalu berharap bahwa dengan adanya program penyelesaian yang digagas pemerintah tersebut, tidak akan ada lagi pertikaian yang terjadi di Tanah Air.
"Inilah luar biasa bagi saya. Saya melihat sosok Pak Presiden orangnya kecil tapi jiwanya besar. Buktinya itu tangga-tangga untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi di Aceh dan Indonesia umumnya. Semoga ke depan enggak ada lagi pertikaian atau tumpah darah di Indonesia. Kita cinta Indonesia," harap dia.
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2023