Section Head of Monitoring and Evaluation Intelligent Transportation System Association of Indonesia (ITS Indonesia), Dr Ilham Malik menyatakan, penerapan sistem itu perlu dikaji karena tingkat derajat kejenuhan di simpang-simpang tersebut masih tinggi, terutama saat jam puncak kepadatan lalu lintas.
“Sangat perlu dievaluasi sampai sejauhmana pemanfaatan sistem tersebut di 20 simpang yang ada sebelum ditambahkan lagi hingga 40 simpang," tutur Ilham Malik dalam keterangan tertulis pada Jumat.
Menurut dia, setiap implementasi teknologi baru harus teruji secara komprehensif sebelum diputuskan efektif atau tidak implementasi tersebut.
Sistem transportasi cerdas dengan penerapan AI itu diklaim dapat melakukan pengaturan waktu di lampu lalu lintas berdasarkan informasi berbasis data internal Google, sekaligus memperkuat fungsi sistem manajemen lalu lintas.
Sistem itu mampu menghitung secara aktual volume lalu lintas di simpang jalan sehingga dapat diketahui perbandingan antara kepadatan jalan dengan kepadatan lalu lintas di jalan tersebut.
Baca juga: Berkurangnya kemacetan berpengaruh terhadap perbaikan kualitas udara
Baca juga: Pengamat: AI di lampu merah mesti utamakan angkutan umum
Di sisi lain, Ketua Forum Transportasi Perkotaan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Dr Budi Yulianto mengatakan, data kepadatan lalu lintas yang digunakan kemungkinan berasal dari data historis pengguna Google dan bukan data aktual di persimpangan sehingga proses "entry data" dilakukan secara manual dan tidak secara otomatis.
Agar tidak terjadi kesimpangsiuran informasi, kata dia, perlu dilakukan evaluasi secara terbuka dan dipublikasikan ke masyarakat mengingat data yang digunakan dari Google bukanlah data dari penyedia sistem ATCS (Area Traffic Control System).
Pengamat transportasi Jabodetabek, Tedy Murtejo juga berpendapat bahwa penggunaan data dari internal Google perlu ditelaah karena bisa berhubungan dengan data pribadi pengguna platform Google yang mengarah pada aturan soal perlindungan data pribadi.
"Perlu adanya 'consent' dari pengguna bahwa data akan digunakan dalam hal ini oleh pemerintah. Apalagi ini digunakan untuk mengatur lampu lalu lintas, sangat rentan terjadinya kebocoran data atau 'data breach' yang menjadi masalah keamanan nasional," kata dia.
Untuk itu, para akademisi dan pakar transportasi tersebut berharap Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta dapat melakukan evaluasi yang lebih mendalam terhadap penggunaan teknologi untuk mengatasi masalah kemacetan lalu lintas yang terus berlanjut di DKI Jakarta.
Baca juga: Ini kata Dishub DKI terkait kemacetan di Jakarta
Pewarta: Alviansyah Pasaribu
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2023