Memperkuat pertahanan dan menjembatani perbedaan dalam isu Ukraina menjadi agenda utama KTT itu. Aliansi tersebut bertekad untuk mengadopsi tiga rencana pertahanan regional yang didukung oleh 300.000 tentara dengan kesiapan tinggi.
NATO juga ingin negara-negara anggotanya menyetujui janji investasi pertahanan yang "lebih ambisius" untuk menggunakan minimal 2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) mereka setiap tahun untuk sektor pertahanan. Setelah "sembilan tahun berturut-turut meningkatkan pengeluaran di sektor pertahanan" sejak 2014, hanya 11 dari 31 anggota aliansi telah mencapai atau melampaui target ini.
Pada Rabu (12/7), pertemuan perdana Dewan NATO-Ukraina yang baru akan diadakan dengan kehadiran Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. Para anggota NATO belum sepakat tentang cara untuk menempatkan Ukraina di jalur menuju keanggotaan.
Menjelang KTT tersebut, aksi protes terhadap NATO marak digelar di beberapa negara Eropa dan para politisi serta pakar banyak mengkritik perluasan aliansi tersebut berikut dampak yang ditimbulkannya.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova memperkirakan bahwa KTT itu akan menjadi "pertunjukan penuh warna dalam tradisi terburuk manipulasi Barat," papar kantor berita RIA.
Seraya menyebutkan bahwa KTT itu akan memuat "seruan untuk eskalasi lebih lanjut" dari konflik Rusia-Ukraina, koalisi Stop the War menggelar aksi protes di seluruh Inggris pada Sabtu (8/7), Mereka menyerukan perdamaian.
"NATO bukanlah aliansi pertahanan, melainkan sebuah aliansi yang mengobarkan perang ilegal," ujar Sevim Dagdelen, anggota Partai Kiri Jerman, kepada Xinhua, seraya menuding NATO melakukan perang proksi yang menyasar Rusia dengan memasok bantuan militer ke Ukraina.
Pewarta: Xinhua
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2023