"Kebijakan kenaikan dan memperluas bea materai ini ialah cerminan dari strategi fiskal pemerintah yang kontraproduktif," kata Ecky Awal dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, kebijakan seperti itu malah akan membebani masyarakat padahal seharusnya pemerintah mengeluarkan kebijakan yang menggairahkan perekonomian sembari meningkatkan daya beli masyarakat.
Ia mengemukakan bahwa bila kenaikan bea material diberlakukan maka bakal menegasikan efek menggenjot perekonomian dari kebijakan pemerintah sebelumnya yaitu menaikkan Pendapatan Tidak Kena Pajak.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menegaskan tarif bea materai tahun 2015 masih tetap sebesar Rp3000 dan Rp6000 seperti yang saat ini berlaku atau belum mengalami perubahan.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Mekar Satria Utama dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (1/7) malam, menjelaskan perubahan tarif bea materai baru bisa dilakukan apabila pemerintah dan DPR telah merevisi UU Bea Materai.
Pembahasan perubahan UU Bea Materai baru direncanakan di tahun ini, sebagaimana disetujui dalam Rapat Paripurna DPR pada 23 Juni 2015, yang memasukkan revisi UU tersebut dalam Program Legislasi Nasional Prioritas Tahun 2015.
Usulan perubahan tarif tetap Bea Materai yang diajukan dalam UU tersebut adalah meniadakan tarif Rp3.000 untuk dokumen yang memuat jumlah uang dengan nilai transaksi Rp250.000-Rp1.000.000 dan meningkatkan tarif Rp6.000 menjadi Rp10.000.
Menurut catatan, salah satu alasan pemerintah untuk melakukan pembaruan UU Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai adalah karena aturan tersebut sudah usang dan tidak sesuai dengan kondisi perekonomian terkini.
Dalam aturan tersebut tercantum kenaikan tarif hanya boleh dilakukan sebanyak enam kali, dan kenaikan tarif bea materai terakhir kalinya terjadi pada tahun 2000 atau sudah 15 tahun yang lalu.
Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015