Jakarta (ANTARA News) - Di Indonesia, penentuan 1 Syawal atau Hari Raya Idul Fitri dikenal menggunakan dua metode yakni hisab dan rukyat. Keduanya memiliki kriteria yang berbeda.... Bila disepakati dalam sidang, menteri agama akan memutuskan 1 Syawal 1436 H jatuh pada hari Jumat, 17 Juli 2015...
Khatib Aam Pengurus Besar Nadhatul Ulama (PB NU), Malik Madani, mengatakan, metode rukyat yakni mengamati langsung hilal atau penampakan bulan sabit dengan mata ke arah posisi yang telah diprediksikan perhitungan ilmu astronomi.
"Rukyat yakni mengamati langsung dengan mata telanjang ke arah barat pada posisi yang telah diprediksikan oleh hasil perhitungan ilmu astronomi atau hisab," kata Madani, kepada www.antaranews.com, di Jakarta, Kamis.
Hilal adalah penampakan bulan sabit muda yang terlihat dari permukaan bumi setelah konjungsi atau ijtimak.
Banyak kegiatan penting Umat Islam yang mengambil dasar posisi bulan di langit, seperti Tahun Baru Hijriah, awal puasa Ramadhan, dan Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha.
Dalam metode rukyat kriteria yang ditetapkan untuk menentukan 1 Syawal ialah saat matahari terbenam pada hari itu bulan teramati berada di ketinggian setidaknya 3 derajat.
Hanya saja, menurut Kepala Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan), Thomas Djamaluddin, metode rukyat kerap terkendala kondisi cuaca dan kontras cahaya hilal. Dalam menentukan1 Syawal 1436 H, misalnya.
"Masalah utama rukyat atau pengamatan hilal selain cuaca adalah masalah kontras cahaya hilal yang sangat tipis dan redup dengan cahaya senja. Hilal yang terlalu rendah atau terlalu dekat dengan matahari sulit teramati karena kalah terang," ujar Djamaluddin.
Pihaknya kini menggunakan teleskop yang berpandu dengan komputer, kamera digital serta sistem olah citra, untuk mengamati hilal.
"Teleskop yang berpandu komputer dan dilengkapi kamera digital serta sistem olah citra sudah banyak digunakan oleh para pengamat hilal," kata dia.
Sementara itu, metode hisab untuk menentukan 1 Syawal menggunakan perhitungan misalnya dengan hisab wujud al hilal seperti yang dilakukan PP Muhammadiyah.
Metode hisab hisab wujud al hilal yakni metode menetapkan awal bulan baru dengan menegaskan bulan Qomariah baru dimulai apabila telah terpenuhi tiga parameter, yakni telah terjadi konjungsi atau ijtimak, terjadi sebelum matahari terbenam, pada saat matahari terbenam bulan berada di atas ufuk.
Melalui metode hisab ini, Muhammadiyah telah memutuskan 1 Syawal 1436 H jatuh pada esok hari (17/7/2015).
Hal ini berdasarkan itjima, akhir Ramadhan terjadi pada Kamis ini pukul 08:26 tadi. Sementara pada waktu matahari terbenam, bulan belum telah berada di atas ufuk dengan ketinggian sekitar 3 derajat.
Sementara bila melalui metode pengataman hilal untuk menetapkan 1 Syawal 1436 H, Thomas mengatakan, posisi bulan di Indonesia pada maghrib 16 Juli 2015 secara umum terlalu rendah, sehingga menyebabkan hilal kalah terang dari cahaya senja.
"Tingginya kurang dari tiga derajat dan terlalu dekat matahari dengan jarak bulan-matahari kurang dari enam derajat dengan umur 9,5 jam. Posisi itu menyebabkan hilal kalah terang dari cahaya syafak (cahaya senja)," ungkap dia.
Melihat ini, maka memunculkan dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, ada saksi yang melihat dan bersedia disumpah. Secara astronomi kesaksian ini ditolak, namun secara syar'i mungkin sidang menerimanya.
"Bila disepakati dalam sidang, menteri agama akan memutuskan 1 Syawal 1436 H jatuh pada hari Jumat, 17 Juli 2015," kata Djamaluddin.
Kemungkinan kedua, tidak ada kesaksian hilal atau jika kesaksian namun ditolak.
Bila hal ini terjadi, boleh jadi menteri agama akan memutuskan 1 Syawal 1436 H jatuh pada Sabtu, 18 Juli 2015.
Oleh Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015