"Pembangunan pegunungan Arfak harus taat RTRW"

12 Mei 2016 21:29 WIB
"Pembangunan pegunungan Arfak harus taat RTRW"
Dokumen foto Pegunungan Arfak. (manokwari.bpk.go.id)
Manokwari (ANTARA News) - Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Papua Barat Hermus Indou berpandangan, pembangunan di Kabupaten Pegunungan Arfak, wajib mentaati Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW).

Di Manokwari, Kamis, Hermus mengatakan, Pegunungan Arfak merupakan wilayah sensitif. Pembangunan hati-hati agar tidak menimbulkan bencana.

"Sesuai RTRW Nasional maupun provinsi, 75 hingga 80 persen dari wilayah Pegunungan Arfak merupakan kawasan konservasi. Lahanya sangat sensitif terhadap pembangunan dan aktivitas masyarakat," kata dia.

Pembangunan dan aktivitas masyarakat di daerah tersebut, ujarnya menilai, harus berwawasan lingkungan. Jika tidak bencana banjir dan longsor di wilayah tersebut bisa terulang kembali.

Putra Masyarakat Arfak ini mengungkapkan, di wilayah tersebut memiliki sungai-sungai besar. Tanah di daerah itu pun labil dan sebagian besar bertopografi pegunungan.

"Pembangunan di daerah itu harus benar-benar memperhatikan aspek lingkungan demi keselamatan manusia. Jika salah kelola sedikit pun bencana pasti terjadi," ujarnya.

Dia menyebutkan, sebagian besar profesi masyarakat di daerah ini adalah petani. Pola pertanian yang diterapkan masyarakat yakni pola subsisten yang berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain.

Pembukaan lahan untuk lokasi penanaman baru, menurutnya adalah hal yang biasa bagi masyarakat. Masyarakat tidak sadar bahwa hal itu bisa memicu banjir dan longsor.

"Cukup banyak hutan Pegunungan Arfak gundul, karena pembukaan lahan yang dilakukan masyarakat tidak dibarengi dengan program penghijauan," kata dia.

Dia menilai, banjir dan longsor yang terjadi di Pegunungan Arfak pada April lalu, salah satunya terjadi akibat pola pertanian yang diterapkan masyarakat.

Menurutnya, perlu upaya pendampingan agar masyarakat menerapkan pola pertanian modern dan menetap pada satu wilayah. Hermus kuatir hutan di daerah itu akan habis jika pola pertanian subsisten masih terus terjadi.

Pewarta: Toyiban
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016