• Beranda
  • Berita
  • Pengungsi Iran di PNG menangi penghargaan kartun

Pengungsi Iran di PNG menangi penghargaan kartun

28 Agustus 2016 07:19 WIB
Pengungsi Iran di PNG menangi penghargaan kartun
Ilustrasi. (ANTARA FOTO/Dodo Karundeng)
Sydney (ANTARA News) - Seorang pengungsi Iran yang ditahan di pusat detensi Papua Nugini yang didanai Australia memenangi penghargaan kartun politik atas karya berisi kisah hidupnya di penampungan.

Ali, pria 25 tahun dengan nama pena Eaten Fish, menuangkan tiga tahun kehidupannya di Pulau Manus di mana ia berjuang menghadapi gangguan obsesif kompulsif (OCD), gangguan stres pascatrauma dan serangan panik.

Di bawah kebijakan imigrasi Australia, siapa pun yang tiba ke negara itu menggunakan kapal dikirim ke Manus atau Nauru di Pasifik Selatan. Mereka tidak berhak tinggal di Australia.

Cartoonist Rights Network Internasional (CRNI) mengatakan Ali dikagumi karena keberaniannya mendokumentasikan hidup di bawah detensi Australia di pulau lain — yang menarik ribuan pengunjuk rasa di negara itu untuk menghentikan program detensi.

“Eaten Fish berhasil mendokumentasikan penyiksaan tak terucapkan dan penjaga serta administrator di pusat detensi yang berlebihan,” kata Joel Pett, presiden dewan direktur CRNI, dalam siaran pers.

“Karena hal ini ia telah jadi subjek pemukulan, kekurangan makanan dan bahkan mendapat perlakuan tak pantas dari para penjaga.”

Pengacara Ali yang berbasis di Australia, Janet Galbraith, mengatakan penghargaan itu sangat berarti bagi kartunis muda —yang karyanya sudah dimuat di koran The Guardian — tetapi juga menunjukkan tuduhan serius atas program detensi Australia.

Para pemenang terdahulu meliputi kartunis yang dipenjara atau menghilang akibat karyanya.

Galbraith mengatakan Ali, yang kabur dari Iran karena takut pada siksaan pemerintah, jatuh sakit dan butuh perawatan medis.

Departemen Imigrasi dan Penjagaan Perbatasan Australia menepis klaim dari CRNI membela fasilitas perawatan di sana.

“Departemen saat ini tidak punya bukti bahwa semua klaim itu benar,” kata juru bicara dalam email kepada Reuters.

Australia dan Papua Nugini awal bulan ini mengatakan pusat detensi di Manus akan ditutup namun mereka tidak merinci kapan itu dilakukan, membuat nasib 800 orang pengungsi tidak jelas.

Penerjemah:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2016