"Jatim tertinggi karena banyak yang tidak mau divaksinasi. Bahkan ada yang mengharamkan vaksinasi, itu tidak betul," katanya.
Agus menyatakan, melalui program vaksinasi yang dicanangkan pemerintah dapat mencegah penyebaran kasus difteri di Jatim.
Menurut dia, daerah Tapal Kuda (Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, Jember, Situbondo, Bondowoso, Banyuwangi) menjadi daerah yang paling banyak tidak ingin diberi vaksinasi penyakit yang menyerang anak-anak usia 1-10 tahun ini.
"Daerah Tapal Kuda itu yang banyak (tidak ingin vaksinasi). Seharusnya, kartu vaksinasi ini kan harus dimiliki setiap anak," kata dia.
Dijelaskan Agus, gejala penyakit difteri sendiri ada dua yang penting, yakni tempat infeksi dan racun. Tempat infeksi sendiri yang paling sering di tenggorokan dan kulit.
Yang paling berbahaya di daerah tenggorokan karena bisa menyebabkan penyumbatan saluran pernapasan yang membahayakan pasien.
"Itu bisa meracuni jantung dan kematian itu karena kelainan pada jantung. Oleh karena itu, perlu dilakukan isolasi pada pasien. Kalaupun sembuh pun pasien tidak boleh olahraga 2-10 minggu," ujarnya.
Agus yang juga dokter spesialis anak ini meminta pemerintah dalam hal ini dinas terkait aktif melakukan sosialisasi pentingnya vaksinasi. Bahkan bila perlu di lingkup sekolah apabila terdapat anak yang tidak punya kartu vaksinasi maka wajib dirujuk ke puskesmas untuk dilakukan vaksin.
"Kita imbau semua anak-anak yang masuk sekolah punya kartu vaksinasi. Agar penyakit difteri tidak terjangkit di Indonesia. Sebenarnya bisa nol kan asal masyarakat bersedia lakukan vaksinasi," tuturnya.
Pewarta: Indra Setiawan
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2017