Jakarta (ANTARA News) - Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Anung Sugihantono mengatakan bahwa seseorang yang lebih memprioritaskan bermain game daripada melakukan kegiatan positif lain dikatakan mengalami gangguan perilaku.Itu sebagai gangguan `behavioral disorder`, saya tidak mengatakan mental disorder...."
"Itu sebagai gangguan `behavioral disorder`, saya tidak mengatakan mental disorder, saya lebih mengatakan `behavioral disorder`. Itu saya setuju," kata Anung dalam keterangan pers Kementeriam Kesehatan yang dikutip di Jakarta, Sabtu.
Organisasi Kesehatan Dunia atau world health organizations (WHO) resmi menetapkan kecanduan game atau "game disorder" ke dalam versi terbaru International Statistical Classification of Diseases (ICD) sebagai penyakit gangguan mental untuk pertama kalinya.
ICD merupakan daftar klasifikasi medis yang dikeluarkan WHO berisi daftar penyakit berikut gejala, tanda, dan penyebabnya. ICD menjadi standar internasional untuk pelaporan penyakit dan kondisi kesehatan dan digunakan oleh seluruh praktisi kesehatan di dunia.
Dalam versi terbaru ICD-11, WHO menyebut bahwa kecanduan game merupakan gangguan yang disebabkan oleh kebiasaan atau kecanduan.
WHO mendefinisikan kecanduan game sebagai pola perilaku bermain, baik permainan daring maupun luring juga game digital atau video game dengan beberapa tanda.
Orang disebut sudah kecanduan game apabila tidak dapat mengendalikan keinginan bermain game, lebih memprioritaskan bermain game dibandingkan minat terhadap kegiatan atau aktivitas lainnya, terus bermain game meski ada konsekuensi negatif yang jelas terlihat.
WHO juga menyebutkan seseorang telah kecanduan game bila pola perilaku tersebut sangat kuat dan berdampak baik terhadap pribadi, keluarga, sosial, pendidikan, pekerjaan, maupun area penting lainnya, dan terlihat jelas selama setidaknya 12 bulan.
Dengan dimasukkannya kecanduan game ke dalam ICD-11 akan meningkatkan perhatian profesional kesehatan terhadap risiko gangguan kesehatan atas pola perilaku tersebut, sehingga perlu pengembangan tindakan pencegahan dan pengobatan yang relevan.
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018