• Beranda
  • Berita
  • Terpidana korupsi vaksin meningitis dijebloskan ke penjara

Terpidana korupsi vaksin meningitis dijebloskan ke penjara

31 Agustus 2018 23:00 WIB
Terpidana korupsi vaksin meningitis dijebloskan ke penjara
Pemeriksaan Kesehatan Jamaah Calon Haji Petugas medis bersiap menyuntikkan vaksin meningitis kepada jamaah calon haji di Puskesmas Karang Kitri, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (26/7/2016). Jamaah calon haji menjalani pemeriksaan kesehatan berupa pemeriksaan fisik, tensi darah serta pemberian vaksinasi meningitis guna menjaga kesehatan mereka yang akan diberangkatkan mulai Agustus mendatang. (ANTARA FOTO/Risky Andrianto)
Pekanbaru (ANTARA News) - Kejaksaan Negeri Pekanbaru menjebloskan dr Iskandar, terpidana empat tahun penjara dalam perkara korupsi pemberian vaksin Meningitis ke 12.000 lebih calon jamaah umrah.

Iskandar dijebloskan ke penjara setelah sempat buron selama tujuh bulan lamanya.

"Setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan, langsung kita eksekusi ke Lapas Kelas IIA Pekanbaru," kata Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Pekanbaru, Sri Odit Megonondo di Pekanbaru, Jumat.

Iskandar yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas II Pekanbaru divonis bersalah bersama tiga bawahannya dalam perkara korupsi pemberian vaksin meningitis calon jemaah Umrah pada 2011 hingga 2012 silam.

Penahanan Iskandar dilakukan setelah pria berusia 52 tahun itu ditangkap intelijen Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara di Kota Medan, medio pekan ini.

Selanjutnya, pada Kamis (30/8), terpidana itu diterbangkan ke Pekanbaru untuk dilakukan pemeriksaan, termasuk pemeriksaan kesehatan sebagai salah satu syarat sebelum dijebloskan ke tahanan.

Odit menuturkan, Iskandar dalam putusan kasasi MA dijatuhi hukuman pidana penjara selama empat tahun dan dibebani membayar denda sebesar Rp200 juta atau subsider satu bulan penjara. Di samping itu, terpidana diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp14.800.000 atau subsider sebulan penjara.

Hanya saja, terpidana tak mampu membayar denda dan uang pengganti tersebut. Karena itu, Iskandar harus menggantinya dengan kurungan badan.

"Tidak dibayar (uang pengganti). Diganti dengan kurungan badan," ujar Odit.

Sebelumnya, Iskandar ditangkap di Kompleks Taman Umar Sari Blok B 10, Kelurahan Glugur Darat I, Kecamatan Medan Timur, Rabu petang. Penangkapan itu merupakan hasil koordinasi antara tim intelijen Kejari Pekanbaru dengan Kejati Sumut.?

Penangkapan Iskandar berdasarkan putusan Makamah Agung (MA) nomor: 582.K/Pid.Sus/2014 tanggal 21 Mei 2014. Dalam pelariannya, Iskandar yang sudah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak awal tahun 2018 ini, selalu berpindah-pindah tempat.

Awalnya berada di Batam, lalu pindah ke Medan.

Selama di Medan, Iskandar sempat bekerja sebagai dokter di RS Estomihi Medan, di Klinik Bunda dan mengajar di Stikes Senior Medan. Dalam proses hukum di pengadilan, dr Iskandar tidak dilakukan tindakan penahanan. Hal tersebut dikarenakan yang bersangkutan saat itu mengalami kecelakaan.

Perbuatan dr Iskandar dilakukan bersama-sama dengan dr Suwignyo dan Mariane pada periode Januari-Desember 2011 dan periode Januari sampai Juli 2012. Saat korupsi itu terjadi, Mariane dan Suwignyo mendapat kewenangan dari Kepala KKP Pekanbaru Iskandar untuk memberikan suntik vaksin meningitis kepada 12.701 calon jamaah umrah.

Pengadilan menyatakan terbukti terjadi korupsi penggelembungan biaya (mark up). Dari biaya resmi suntik vaksin yang ditetapkan Kemenkes RI sebesar Rp20 ribu per orang, tapi para jamaah umrah dikenakan biaya sebesar Rp200 ribu hingga Rp550 ribu. Sehingga terjadi mark up sebesar Rp759.300.000 dari 12.701 jamaah umrah.

Para terpidana terbukti bersalah dengan melanggar Pasal 12 huruf (e) Undang-undang (UU) RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Baca juga: Kemenkes wajibkan seluruh jemaah haji divaksin meningitis
Baca juga: Efektivitas vaksinasi meningitis 70 persen

Pewarta: Bayu Agustari Adha/Anggi Romadhoni
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2018