• Beranda
  • Berita
  • David Lecky memulihkan cidera bersama BPJS Ketenagakerjaan

David Lecky memulihkan cidera bersama BPJS Ketenagakerjaan

13 Oktober 2018 11:14 WIB
David Lecky memulihkan cidera bersama BPJS Ketenagakerjaan
Direktur Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan Krishna Syarif (kiri) menyerahkan santunan senilai Rp102 juta di Jakarta, Kamis (4/10/2018) kepada Yohannes Tolla (kanan), orang tua Anthonius Gunawan Agung --petugas Air Nav yang berkerja sebagai Air Traffic Controller (ATC) di Bandara Sis Al-Jufrie, Palu, lalu tewas setelah memandu Batik Air, Jumat (28/9/2018). (Foto, ANTARA News, Erafzon SAS)
Palu (ANTARA News) - Sore itu, Jumat, 28 September 2018, sekitar pukul 16.00 Wita, para karyawan Hotel Roa Roa Palu, bangunan berlantai delapan yang rata-rata dengan tanah akibat gempa, baru saja menerima gaji bulan September.

Setelah menyimpan uang di dompet dan terlibat cengkerama dengan dua tamu yang hendak `check-in`, lelaki staf hotel tersebut kemudian naik ke lantai tujuh untuk mandi.

Uang gaji yang masih utuh bersama kartu-kartu penting, termasuk kartu peserta BPJS Ketenagakerjaan di dalam dompet, dilemparkan ke atas tempat tidur untuk bersiap masuk kamar mandi.

Belum sempat melepas pakaian untuk masuk kamar mandi, gempa dahsyat itu mengguncang hotel. Ia segera keluar kamar dan berusaha lari ke arah tangga darurat melewati koridor kamar-kamar hotel sepanjang sekitar 15 meter dengan terus berseru `Darah Yesus, Tuhan ampuni dosa saya."

Di sepanjang koridor lantai 7 hotel yang baru empat tahun beroperasi itu, ia terus dihempas ke kiri-dan ke kanan oleh guncangan gempa, hingga akhirnya bisa tiba di tangga darurat.

"Saya berpegang erat pada pegangan tangga dan mencoba menapaki anak tangga menuju lantai 8 (paling atas) untuk mencari pertolongan. Baru saja saya menginjak anak tanggal ketiga, tiba-tiba tangga itu runtuh sampai ke lantai 2, persis di atas mushala hotel," ujar David Lecky (43), salah seorang karyawan Hotel Roa Roa yang luput dari bencana tersebut.

Di depan Direktur Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan Krishna Syarif dan Direktur Umum dan SDM Naufal Mahfudz yang menjenguknya di tempat pengungsian, ayah seorang anak yang kini menduda ini menuturkan kisahnya melewati `bvayang-bayang maut` selama hampir tiga jam.

Untungnya, kata karyawan di bagian operator CCTV itu, ia terjatuh dengan posisi duduk. Kaki kananya terjepit reruntuhan. Selama dua jam, dalam suasana gelap gulita, debu-debu terus berjatuhan menimpanya.

Setelah guyuran debu berhenti, tampak sebuah celah di depannya. Saat menegok ke celah itu, ia melihat seorang rekannya yang juga terjebak. Mereka kemudian berusaha saling menolong untuk melepaskan diri.

Sekitar pukul 20.00 Wita, mereka akhirnya ditemukan oleh masyarakat yang telah berkumpul di sekitar reruntuhan gedung. Lewat bantuan masyarakat itu, sebuah regu penolong yang membawa ambulans datang menyelamatkan mereka.

"Saya kemudian meminta air minum, ternyata tidak ada yang punya air. Lalu saya meminta rokok karena saya ingin sekali merokok, juga tidak ada yang memberikan," ujar David yang tidak bisa berjalan karena luka berat di lutut kanan dan tempurung lututnya terputar.

Ia kemudian diajak untuk menjalani perawatan di Rumah Sakit, namun menolak dengan alasan "saya tidak mau dioperasi, saya tidak mau kaki saya diamputasi, saya juga tidak punya uang untuk biaya perawatan."

Dirawat sampai pulih

Direktur Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan Krishna Syarif yang tampak sedikit terkejut dengan pernyataan David Lecky yang mengaku tidak punya uang untuk perawatan dirinya itu, langsung menyodorkan pertanyaan, "apakah pak David tidak tahu bahwa bapak dilindungi BPJS Ketenagakerjaan?,"

David yang ditemui di bawah tenda pengungsian bersama adik-adiknya di Jalan Tanjung Satu Palu itu mengaku tahu, tapi pikirannya saat itu hanya pada dompet berisi uang gaji dan kartu-kartu lainnya termasuk kartu BPJS Ketenagakerjaan yang sampai saat ini raib.

"Mudah-mudahan ada tangan yang jujur menemukan dompet itu dan mengembalikan kepada saya," ujarnya sambil memegang kaki kanannya yang masih diperban.

Direktur Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan Krishna Syarif menegaskan kepada David bahwa ia akan mendapat perawatan sampai kesehatannya pulih kembali, tanpa batasan biaya sesuai dengan indikasi medis.

Tidak hanya David, tetapi semua peserta BPJS Ketenagakerjaan yang menjadi korban dalam musibah gempa bumi, tsunami dan likuifaksi ini akan menerima hak-hak mereka sebagai peserta program jaminan sosial BPJS Ketenagakerjaan.

"Seluruh karyawan yang mengalami luka-luka akan menjalani perawatan sampai pulih tanpa batasan biaya sesuai indikasi medis, begitu juga korban meninggal dunia akan menerima santunan sesuai ketentuan yang berlaku," kata Krishna.

Ia mengimbau semua karyawan yang cidera baik yang sedang dirawat di rumah sakit maupun di rumah masing-masing, bisa segera melaporkan dirinya ke Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cabang Palu di Jalan Towua atau menghubungi call center BPJS Ketenagakerjaan.

Kepada seluruh pejabat perusahaan diminta membantu memberikan data-data mengenai keberadaan karyawannya yang menjadi korban musibah ini, khususnya yang telah menjadi peserta program sehingga pendataan ini bisa tuntas paling lama sebulan ke depan.

Mengenai peserta yang data-datanya hilang, BPJS Ketenagakerjaan akan memberikan pengecualian khusus, namun sejauh ini, kasus seperti itu belum ditemukan dalam konteks yang banyak.

Khrisna berharap lewat bencana alam di Palu, Sigi dan Donggala ini semakin meningkatkan kesadaran bahwa seluruh masyarakat membutuhkan perlindungan sosial melalui empat program BPJS Ketenagakerjaan yakni Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan hari Tua dan Jaminan Pensiun.

"Karena itu saya mengajak semua masyarakat untuk bergabung dengan BPJS Ketenagakerjaan," ujarnya.

Baca juga: BPJS Ketenagakerjaan jamin hak pekerja korban gempa Palu

Pewarta: Rolex Malaha
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2018