Santri jangan berbuat sekehendaknya

23 Oktober 2018 16:25 WIB
Santri jangan berbuat sekehendaknya
Santri mengikuti kirab pada kegiatan Festival Santri di Banyuwangi, Jawa Timur, Senin (22/10/2018). Peringatan Hari santri Nasioanal di Kabupaten Banyuwangi, dikemas dalam agenda Banyuwangi Festival dengan kegiatan pawai melibatkan 22 ribu santri dari berbagai daerah. (ANTARA FOTO/Budi Candra Setya/ama)

Santri tidak dibenarkan berbuat sekehendaknya, apalagi dengan menggunakan alasan agama dan nasionalisme.

Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir meminta setiap santri untuk menjaga perilakunya karena tidak dibenarkan bertindak sekehendaknya sendiri.

"Santri tidak dibenarkan berbuat sekehendaknya, apalagi dengan menggunakan alasan agama dan nasionalisme," kata Haedar kepada wartawan di Jakarta, Selasa. Komentarnya itu muncul seiring dengan adanya perayaan Hari Santri Nasional.

Sebaliknya, dia mengatakan kaum santri agar menjauhi segala perilaku yang tercela yang merugikan diri sendiri, orang lain dan lingkungannya. Santri tidak melakukan akhlak yang buruk seperti kekerasan kepada siapapun dan apapun seperti menyiksa, membakar dan berbuat onar atau anarkis di ruang publik atas nama perbuatan baik.

Dalam berbagai keadan, dia mengatakan santri harus tetap baik, damai dan toleran jika berbeda paham atau pandangan. Mengajarkan kebaikan dan mencegah kebatilan (amar ma`ruf bernahi munkar) harus dilakukan dengan cara yang baik.

Prinsip tersebut, kata dia, sesuai dengan prinsip dakwah yang dilakukan dengan cara yang bijaksana, dengan pelajaran yang baik dan dialogis.

Menurut dia, sosok santri adalah perlambang kebajikan beragama atau ber-Islam sehingga kesantrian harus menunjukkan jiwa, pikiran, perilaku dan tindakan yang benar-benar Islami secara nyata bukan dalam klaim dan retorika.

Haedar mengatakan santri secara umum adalah julukan bagi seseorang yang mengikuti pendidikan agama Islam di pesantren. Dalam diri santri melekat dunia pesantren yang mendidik beragama dengan benar dan baik.

Lebih dari itu, kata dia, penyebutan santri bisa menunjuk pada Muslim yang taat menjalankan agama Islam. Betapa luhurnya penyebutan santri yang sering disamakan sebagai kaum putih perlambang bersih atau suci lawan dari abangan.

"Karena itu kaum santri tentu harus menunjukkan sikap, turur kata dan tindakan yang berakhlak mulia sebagaimana diajarkan di pesantren tempat para santri dididik agama dengan sebaik-baiknya. Sebutlah akhlak jujur, amanah, menjaga lisan, sopan santun, damai, toleran, tawazun, kata sejalan tindakan dan segala perangai yang mulia serta menebar rahmat bagi orang lain dan lingkungannya," kata dia.

Dia mengatakan jika kaum santri dapat menunjukkan teladan yang baik maka umat dan bangsa akan menjadi terbaik dan tidak membuat resah publik. Sebaliknya, manakala tidak mampu menunjukkan keteladanan akhlak mulia maka kesantrian menjadi jauh panggang dari api.

"Lantas publik akan hilang kepercayaan kepada kaum santri, yang tentu saja berdampak luas pada citra umat Islam di negeri ini," kata dia.*

Baca juga: Wiranto gelar rakorsus bahas pembakaran Bendera Tauhid

Baca juga: MUI minta pembakar bendera bertulisan kalimat tauhid minta maaf




 

 

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018